Nalar menjadi salah satu alat untuk mengukur kewarasan seseorang. Tapi tidak sedikit orang yang tak punya nalar orang waras. Seorang warga Bandung bernama Herry Wirawan (Herwi) salah satunya. Ia predator seksual, yang berperilaku di luar nalar orang waras.
Tindak bejatnya sama sekali tidak mencerminkan sikap seorang pendidik, orang waras, dan orang yang melabeli diri sedemikian agamis. Sumber 1/
Seorang lelaki bisa saja berselingkuh dengan banyak perempuan. Tapi pasti tidak sebanyak selingkuhan Herwi. Total perempuan muda yang dicabulinya 21 orang. Usia antara 13 hingga 16 tahun. Jumlah itu diungkap Ketua P2TP2A Kabupaten Garut Diah Kurniasari dari hasil penelusuran terhadap kasus pemerkosaan Herry Wirawan. Sumber 2/
Media lain menyebut 12 santri, atau 13 gadis. Mereka para santri si gila Herwi. Mereka dibujuk, dipaksa, diperdaya, dan kemungkinan juga diperkosa dalam jangka waktu lama.
Lebih gila, dan "nggilani" (Jw. menjijikan, gila-gilaan) lagi, dari jumlah koleksi sasaran amoral Herwi, 11 diantaranya sampai hamil. Ada 8 santri sudah melahirkan. Sisanya dalam kondisi hamil. Anak-anak remaja itu warga kurang mampu dari Garut. Â
Itulah mengapa saya sebut si Herwi, orang di luar batas buruk dan busuknya. Segenap kutukan pantas dialamatkan kepadanya. Tetapi sangat mengherankan kasusnya sempat sengaja ditutupi oleh pihak kepolisian.
*
Polisi menangkap Herwi pada 18 Mei 2021. Artinya, hampir 7 bulan lalu borok itu mestinya diungkapkan gamblang. Polisi berdalih enteng, untuk menjaga dampak sosial maupun dampak priklogis bagi para korban. Sumber 3/
Kasus ini ditangani Polda Jabar yang pada September dilimpahkan ke Kejati Jabar. Kemudian dilimpahkan pada November 2021 ke Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Â Sumber 4/
Keputusan Polisi menyembunyikan peristiwa kejahatan besar itu mestinya menjadi pekerjaan rumah Kapolri dan Kementerian terkait untuk menelusuri: apa alasan mendasar sebenarnya? Mengapa sosok ustaz dan lembaga pendidikan (mirip pondok pesantren) dapat beroperasi hingga 7 tahun tanpa terendus penyimpangannya?
*
Herwi tidak pernah menjadi santri, tidak pernah mondok di mana pun. Yang pernah diikutinya hanya pendidikan sekelas kursus. Sumber 5/
Jadi, bisa dipastikan ilmu-pengetahuan dan perilaku keagamaannya sangat dangkal. Namun, otak kotor Herwi merancang hidupnya jauh ke depan. Obsesinya untuk memiliki lembaga pendidikan begitu besar.
Terbukti tahun 2016 si manusia berhati iblis bernama Herry Wirawan berhasil mendirikan lembaga pendidikan agama Islam yang sepintas mirip pondok pesantren. Ia pun berhasil menjaring sejumlah siswi dari beberapa daerah, salah satunya dari Kabupaten Garut. Belasan, atau puluhan orang jumlah santrinya.
Bersamaan dengan terkumpulnya banyak santri terbetik pula niat jahat dan cabul Herwi. Ia melupakan anak-istri demi nafsu bejat. Tindak penuh dosa merudapaksa dan menjadikan pada santriwati hamil dan kemudian melahirakan, satu per satu, tidak segera menyadarkan Herwi. Mata dan otaknya sudah buta. Gelap pekat.
Kebejatan yang sudah terlalu jauh tidak sedikit pun memberi celah untuk bertobat. Para santri yang sudah dirudapaksa pun dijadikan kuli bangunan pondok yang dibuatnya. Sedangkan anak-anak yang dilahirkan para santri diakukan sebagai anak yatim-piatu untuk mendapatkan belas- kasihan dan bantuan.
Perilakunya tidak berubah sampai Polisi menangkapnya. Memproses secara hukum, hingga ke pengadilan.
*
Herry Wirawan merupakan warga Kampung Biru RT 03/04 Kelurahan Dago Kecamatan Coblong Kota Bandung. Saat ini ia menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Kelas 1 Khusus Bandung. Sumber 6/
Dalam kasus ini, jaksa Kejari Bandung mendakwa terdakwa HW dengan pasal berlapis, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Sumer 7/
Menyadari begitu banyaknya kasus kekerasan seksual anak, kiranya penyelesaian RUU Tidak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dapat disegerakan. RUU TPKS itu mangkrak di DPR RI sejak 2016. Tapi kini bergerak kembali dengan kesepakatan Badan Legislasi DPR untuk dibawa ke rapat paripurna dewan, untuk segera disahkan menjadi RUU inisiatif DPR. Sumber 8/
Tapi, kalaupun hukuman maksimal dijatuhkan, para pelaku kejahatan seksual tidak akan mudah mengubah kebiasaan buruknya. Maka perlu diberi tambahan hukuman yang menjerakan, yaitu  kebiri kimia. Tambahan lain, masukkan ke rumah sakit jiwa.
*
Profesi boleh terhormat, dan setinggi langit pula orang-orang menghormatinya. Itulah profesi guru ngaji, guru agama, dan dosen. Pendidik, pengajar, orang cerdik-pandai. Bukan hanya ilmu-pengetahuan berorientasi kemajuan dan kepandaian yang diajarkan, tetapi juga budi pekerti, moralitas, dan akhlak mulia.
Tetapi apa hendak dikata, ada saja oknum-oknum yang nekat dan tak kenal malu menodainya. Mereka justru berlaku hina. Ada yang menjadi plagiator, yang lain sebagai koruptor. Sisanya menjadi predator seksual. Mereka berlaku di luar nalar orang waras. Herry Wirawan agaknya behasil memantaskan diri meraih tiga predikat culas itu sekaligus. Wallahu a'lam. ***
Cibaduyut, 10 Desember 2021 / 6 Jumadil Awal 1443
Sugiyanto Hadi
Baca juga tulisan menarik sebelumnya:
Santukaka Channel, Komedi Situasi dan Hiburan Cerdas Anak-Anak Poso
Anggiat Pasaribu, dari Caci-Maki Berujung Buka-Bukaan, Malu, dan Minta Maaf
Berbagi Kisah tentang 25 Tahun Menunggu Bayi Tabung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H