Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Orangtua Durhaka, Menjadi "Pembunuh" bagi Anak Sendiri

29 November 2021   13:58 Diperbarui: 29 November 2021   14:02 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lazimnya orangtua menyayangi dan melindungi anak-anaknya sendiri. Membimbing, mendidik dan mengarahkan mereka agar kelak menjadi orang baik-berguna-pintar-soleh/solehah dan berbakti. Bukan sebalikinya, menjadikan mereka sebagai anak durhaka. 

Ungkapan itu tentu merujuk pada orangtua yang sudah siap dan memahami betul peran-tanggungjawab serta resikonya berumahtangga dan memiliki anak. Namun, tak jarang justru orangtua pecundang menjadi pendurhaka bagi anak-anak mereka. Begitu memilukannya akibat yang ditimbulkan, hingga serupa malapetaka bagi anaknya. Ada bahkan yang menjadi pembunuh berdarah dingin, secara fisik maupun psikhis.

Tiga berita yang terkabar di media massa di bawah ini memberi gambaran kelam tentang betapa tragis-sadis-bengis perlakuan orangtua kepada anak kandung mereka.

*

Seorang ayah dengan inisial M (42) warga Kecamatan Sidomukti Salatiga, Jawa Tengah, tega menjadi predator atas putrinya sendiri. Si anak perempuan berinisial LS (16) kini duduk di bangku SMA. Tindakan bejat si ayah dilakukan selama 12 tahun. Sumber 1/

Isteri M tahu, karena pernah memergoki perilaku busuk suaminya. Tetapi dengan ancaman dan kekerasan, perempuan itu memilih bungkam. Untuk menghindari kehamilan, M nekat menggunakan plastik es lilin layaknya karet pengaman.

Dalam kondisi trauma dan tekanan psikis bertahun-tahun LS sempat hendak melakukan bunuh-diri. Beruntung seorang guru membujuknya untuk berterus-terang menjelaskan persoalan yang dihadapinya. Dari cerita itu kepada Pak Guru melapor ke Polisi. Akhir Oktober 2021 lalu kejadian itu ditangani anggota Polres Salatiga. Atas kejahatannya M diancam hukuman 5 hingga 15 tahun penjara.

Baca juga tulisan menarik tentang Ujung Kasus Caci-Maki Anggiat Pasaribu

*

Seorang ibu pun dapat menjadi malapetaka bagi anaknya. Adalah HSN, seorang ibu rumah-tangga di Medan -- Sumatera Utara, tega menjadi mucikari atas CN, putri kandungnya sendiri. Ia tega menjual putrinya kepada pria pemburu nafsu dengan tarif Rp 350 ribu sekali kencan. Gilanya, kekejaman HSN itu telah berlangsung lama, yaitu 7 tahun. Sumber 2/

Atas kejadian ini Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan pada Rabu (21/7/2021) mengganjar pelaku dengan vonis 4 tahun penjara.

*

Ada lagi peristiwa laknat dengan pelaku sepasang suami-istri. Entah setan apa yang merasuki, mereka bersekongkol menjadi algojo atas anak sendiri.

Suami-isteri, yaitu Aan (33) dan SD (25) di Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Muba, Sumatera Selatan, dengan dingin dan tega melakukan penganiaya berat kepada AP (11), anak kandungnya sendiri. Bukan sekali, tapi berulang. Akumulasi penganiayaan berujung maut. Sumber 3/

Anak sulung dari tiga bersaudara itu menderita keterbelakangan mental, atau down syndrome. Media lain menyebutnya mengidap autis. Karena kondisinya itu perilakunya pun tak terkontrol. Ia terbiasa buang air besar di mana saja, berceceran dari depan hingga belakang dalam rumah.

Disulut emosi dan kesal suami-isteri itu menganiaya anak mereka menggunakan selang plastik dan gayung hingga tewas. dengan luka robek, luka lecet, dan memar di sekujur tubuh. AP yang tergolek bukannya dibawa ke rumah sakit, melainkan justru ke rumah Neneknya. Dan kemudian diketahui sudah meninggal.

Atas kejadian itu warga setempat melapor ke Polsek Babat Toman. Aan Aprizal dan SD, istrinya, diproses hukum. Keduanya diancam hukuman lebih dari 15 tahun. Menurut pemberitaan lain keduanya bahkan terancam hukuman seumur hidup. Sumber 4/

Simak pula tulisan menarik tentang 25 Tahun Sabar Menunggu Bayi Tabung

*

Dari tahun ke tahun kejadian tragis-sadis-dramatis itu selalu berulang. Enam peristiwa pembunuhan orangtua terhadap anak yang terjadi pada tahun 216 disebabkan keluarga tidak harmonis, pertengkaran suami/isteri dan anak dijadikan pelampiasan emosi/kemarahan, depresi berat si ibu karena persalinan dengan operasi Caesar dengan biaya besar, penilaian anak bandel/tidak menurut orangtua, serta peaku menderita skizofrenia/halusinasi. Sumber 5/

Apapun alasannya membunuh anak secara fisik maupun psikhis, adalah salah, dosa, dan berkonsekuensi hukum. Orang lain niscaya mudah mendapatkan penjelasan logis perilaku mereka. Yang dapat dilakukan hanya mengambil hikmahnya. Pertama, hindari aneka alasan agar kita tidak mendapatkan pembenar untuk "membunuh" anak kandung.

Kedua, meski tidak bermaksud untuk ikut campur urusan saudara/tetangga/kenalan, perhatikan dan kenali seperlunya kondisi rumah tangga mereka untuk mengambil sikap agar kejadian terburuk dapat dicegah.

*

Secara agama orangtua punya tanggungjawab besar terhadap anak-anaknya sebagai amanah/titipan Allah SWT. Menjaga dan menyayangi mereka sifatnya wajib.

Firman Allah SWT dalam Alquran, yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad), dan (juga) janganlah kalian mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, padahal kamu mengetahui. Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan, dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (Al Anfal ayat 27-28).  Sumber 6/

*

Siapapun kita tidak ingin menjadi anak yang durhaka kepada orangtua. Terlebih kepada Ibu. Sebaliknya kita pun (kalau boleh memilih) tidak mau punya orangtua durhaka.

Bagaimana menandai orangtua durhaka? Berikut kutipan pendapat dari Syekh Ali Jaber, orangtua durhaka kepada anak dapat ditandai dengan sikapnya yang buruk. Diantaranya suka mencaci-maki, menghina di depan orang lain, dan membanding-bandingkan anak sendiri dengan anak orang lain. Sumber 7/

Sikap buruk lain, menyayangi bila si anak mampu memenuhi syarat yang dibebankan kepadanya, memberi informasi keliru, dan selalu memberi ancaman. Bahkan melarang anak mengerjakan sesuatu tanpa penjelasan, menghancurkan kepercayaan diri si anak, mendoakan anak dengan doa yang buruk, serta membongkar aib anak, menjadi bentuk kedurhakaan orangtua kepada anak-anaknya sendiri. 

Apakah para calon pengantin telah mempersiapkan diri untuk kelak tidak berlaku durhaka kepada anak? Apakah para orangtua tahu betul tentang boleh-tidaknya serta batasannya dalam memperlakukan anak agar tidak menjadi durhaka?

Singgahlah pada bacaan menarik lain tentang Dua Istri

*

Hukum penjara bukan akhir cerita. Seberapapun berat dan menyiksanya. Masih panjang urusan kedurhakaan para orangtua dalam pertanggungjawaban di akhirat kelak.

Itu saja. Selalu ada hikmah dibalik sebuah peristiwa. Mari memetik hikmah dari sisi positif dan edukatifnya. Agar kita terhindar dari perilaku serupa. Wallahu a'lam. ***

Sekemirung, 29 November 2021 / 24 Rabiul Akhir 1443
Sugiyanto Hadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun