Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anggiat Pasaribu, dari Caci-Maki Berujung Buka-Bukaan, Malu dan Minta Maaf

27 November 2021   21:54 Diperbarui: 27 November 2021   22:01 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image caption - Anggiat Pasaribu (Rindu) minta maaf kepada ibunda Arteria Dahlan di ruang Fraksi PDIP DPR RI Jakarta - jabar-tribunnews.com

Kini tiap orang punya alat rekam. Kini banyak orang suka berbagi pengalaman baik maupun buruk di media online/sosial. Kini tak sedikit orang yang hidup dengan membuat konten dari berbagai peristiwa yang menjadi viral/trending.

Kedua, ingat ungkapan "di atas langit masih ada langit" mengharuskan kita berlaku hati-hati dan waspada dalam menjaga lidah-perilaku-pikiran. Kalau kita berprinsip "tidak takut kepada manusia", setidaknya takutlah kepada Allah. Tuhan yang maha melihat-mendengar-mengetahui. Pendeknya, hal buruk apapun yang kita perbuat hasilnya akan kembali kepada kita.

Ketiga, satu kesalahan/keburukan (bila tidak segera diperbaiki) harus ditutupi dengan kesalahan/keburukan lain yang lebih buruk/fatal.

*

Begitulah. Dari sekadar caci-maki harus berujung pada buka-bukaan cerita sebenarnya, disertai rasa malu, ada tangis dan pingsan, serta kata maaf. Entah tulus, terpaksa, atau sekadar cara gampang untuk menghapus rasa bersalah. 

Dalam peristiwa caci-maki di bandara itu Anggiat Pasaribu jelas bukan contoh baik dan bukan pula sosok baik. Namun, pada peristiwa di ruang Fraksi PDIP DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan - Jakarta, Anggiat Pasaribu telah kembali pada kondisi ideal-normal-bertanggungjawab sebagaimana mestinya. Bila kita punya keteledoran seperti perilaku Anggiat dapatkah kita berlaku serupa? 

Mungkin cerita di atas dapat lebih menggigit dibandingkan cerita-cerita sinetron pada layar tv kita, bila  si jenderal bintang tiga dan si Brigjen ternyata (isi sendiri) . . . . . ! Mari sabar menunggu hasil penelusuran para jurnalis media massa-sosial-online (bila ada). Wallahu a'lam. ***

Sekemirung -- Bandung, 21 November 2021, 22 Rabiul Awal 1443
Sugiyanto Hadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun