Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Azis Syamsuddin Pilih Melengos

25 September 2021   16:23 Diperbarui: 25 September 2021   20:06 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Azis Syamsuddin mengikuti jejak banyak pengusaha dan pejabat/petinggi lain yang harus berurusan dengan lembaga antirasuah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mungkin, ia pernah mempelajari sikap yang harus diperlihatkan ketika berjalan di depan awak media dalam posisi sebagai orang yang diduga tersangkut kasus korupsi.

Sebelum Azis ada terduga/tersangka korupsi yang dengan suka rela, atau terpaksa, meladeni pertanyaan awak media. Jawaban mereka rata-rata standar saja "Akan mengikuti prosedur hukum yang ada. . . ." Tetapi ada pula yang coba berkilah, berdalih, dan menyatakan diri tidak tdahu-menahu, tidak terlibat, atau tidak bersalah.

Terbanyak tentu yang enggan memberi komentar atau menanggapi "interogasi" dadakan para wartawan. Ya, maklumlah. Jumlah nyamuk pers itu (sebutan tempo doeloe) bukan belasan, sering puluhan. Mereka sahut-menyahut adu keras suara, bertubi-tubi, dan saling mendahului dalam mengajukan pertanyaan-pernyataan dan tuduhan.

Orang akan bingung bila belum terbiasa. Dan bakal semakin bingung sebab otak sedang pusing memikirkan jawab atas pertanyaan petugas KPK nanti. Tidak mengherankan orang-orang yang berurusan dengan KPK memilih bungkam, setidaknya irit bicara. Kebanyakan hanya tersenyum, melambaikan tangan, mengangkat bahu, mengacungkan jempol, dan bahasa tubuh lain.   

Sekali lagi, Azis Syamsuddin kiranya sudah mempelajari betul hal-hal itu. Dan ia tidak mau menjadi penjiplak. Ia pilih melengos. Atas penggilan KPK, Azis Syamsuddin coba menggunakan jurus konvensional: mengaku sakit (secara tidak langsung, sedang isoman). Padahal setelah dites antigen hasilnya negatif.

Tentu hatinya sedang gundah, kesal, geram, kacau-balau, bahkan merinding. Jadi, apa pula perlunya meladeni sapa dan tanya sok akrab dan sok kritis dari para jurnalis itu?

*

Sebelum lebih jauh menelisik tentang kata melengos, bagus kita singkap dulu ihwal "kerja" para wartawan yang nge-pos di sana.

Kantor KPK menjadi salah satu "sarang" awak media. Ke sana para pemburu berita dari aneka media arus utama maupun media online "menunggu mangsa". Bukan sporadis, sesekali, atau bila ada momen tertentu. Tak sedikit diantaranya setiap saat. Ibaratnya 24 jam sehari, 7 hari seminggu terus mengintai.

Dulu pada beberapa institusi menyediakan ruangan khusus untuk awak media. Dilengkapi personal meja-kursi-pesawat tv, komputer, telepon, wifi, mesin tik, dan kertas. Tak jarang disediakan peralatan/bahan-bahan untuk ngopi atau makan mie instan.

*

Kembali pada kata melengos, bagaimana menggambarkannya? Visual yang ditampilkan media kurang terlihat suasana kebatinan seperti itu. Begitupun baguslah kata melengos ditampilkan.

Pertama, seperti sudah disinggung pada tulisan awal, minimal Azis Syamsuddin punya gaya berbeda di hadapan awak pers. Kedua, pemirsa-pembaca-pendengar (kata lain dari khalayak) diberi pilihan kata (diksi) yang berbeda untuk disimak dan dinikmati. Sambil menduga-duga betapakah remuk hatinya.

Dalam Bahasa Inggris kata melengos diartikan look away.  Dari KBBI kita temukan kata melengos dari asal kata "lengos" (Jw.). Artinya memalingkan muka, tidak sudi melihat, buang muka, dan seterusnya.

Penutur Jawa menggunakan kata melengos untuk orang yang memiliki rasa benci dan marah. Namun, bisa saja karena ingin menghindar, tidak mau bertegur-sapa, menganggap tidak penting orang yang ditemui, dan seterusnya.

Kalau masih penasaran juga bagaimana kata melengos diperagakan, tontonlah sesekali sinetron kita. Keberhasilan para pemeran antagonis salah satunya diukur pada pada kemampuan berakting melengos hingga bikin kesal penonton.

*

Sikap apapun yang ditampilkan orang-orang yang terkena kasus dan kemudian digiring ke kantor KPK sebenarnya tidak mudah dan serba salah. Apapun sikap dan ucapan mereka bakal jadi gunjingan di media. Ditanggapi pro-kontra, cibiran, hujatan. Terlebih orang-orang yang menjawab tanya wartawan dengan tertawa-tawa, atau gigih berkelit menyatakan diri tidak bersalah.

Jadi lebih baik diam, pura-pura tidak mendengar, wajah tanpa ekspresi, atau apapun yang lain. Yang dikehendaki khalayak sebenarnya rasa penyesalan. Kalau perlu dengan ucapan permintaan maaf, ekspresi sedih dan prihatin, dan bila perlu diperdrama dengan tangis sesunggukan. Tapi sulit mencari tokoh antagonis yang piawai dan lebay bertingkah serupa itu.

Para jurnalis gagal mengorek keterangannya. Azis bungkam, dan melengos. Mereka pun harus sabar menunggu hasil pemeriksaan KPK.

Pada Sabtu dini hari ini (25/9/2021) KPK menetapkan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian hadiah di Kabupaten Lampung Tengah.

Nah, siapa menyusul? Ada. Oh, bukan menyusul tapi mendahului. Namanya Alex Noerdin. Mantan Gubernur Sumsel, yang terjerat 2 kasus korupsi. Pada Kamis (16/9/2021), Kejagung menetapkannya sebagai tersangka.

*

Luar biasa hebat niat-semangat-nekatnya tindak koruptif para pejabat kita. Dari dulu sampai sekarang. Tak kenal jeda, tak kenal jera. Hanya satu-dua saja sosok petinggi negeri yang betul-betul bersih-jujur-sederhana. Tak goyah oleh rayuan harta-tahta-wanita.

Siapa mereka? Pembaca dapat menelusuri dan menyebut nama-namanya. Merekalah orang-orang inspiratif, produktif, dan futuristik. Wallahu a'lam. ***

Sekemirung, 25 September 2021 / 18 Safar 1443
Sugiyanto Hadi

Baca juga tulisan menarik lain:
Lesti - Billar dan Cerita Selepas Pesta
Saat 239 Anggota DPR RI Lalai Melapor Harta Kekayaan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun