Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Reuni Virtual Agustusan, Sejenak Melupakan Stres

31 Agustus 2021   22:45 Diperbarui: 1 September 2021   10:11 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keadaan demikian mempengaruhi kondisi otak, ginjal, system imun, serta system tubuh yang lain. Itu sebabnya pikiran dan pola pikir penyebab cemas/stres harus dikurangi, dan bila mungkin dihilangkan. Beban pikiran harus dikurangi, salah satunya dengan meningkatkan kualitas/kuantitas beribadah/berdoa/berdzikir dan "self-talk"

Sementara itu psikolog Drs. Untung Leksono, MSi. mengemukakan, orang-orang yang mampu bertahan dari dampak buruk korona mestilah bersyukur. Mengingat betapa banyak korban tertular. Meski banyak orang sembuh dari Covid-19, tidak sedikit yang masih membawa trauma dan kecemasan.

Image caption Brigjen Pol (Purn) Untung Leksono, Drs, MSi saat mengurai stres dan korona (dokpri M. Nur Indro)
Image caption Brigjen Pol (Purn) Untung Leksono, Drs, MSi saat mengurai stres dan korona (dokpri M. Nur Indro)

Untung Leksono menyarankan agar siapapun mengurangi stress, diantaranya berdamai Covid-19. Bersabar sampai kelak ditemukan vaksin yang ampuh. Memang ekonomi warga menengah ke bawah terdampak besa. Tetap korona menular kepada siapa saja.

Di tengah penyebaran informasi Pemerinah, para nakes, maupun berbagai pihak terkait; ternyata penyebaran hoaks tak terbendung. Informasi menyesatkan itu pemicu kebingungan dan kegamangan. Fatalnya, menjadi penyebab ketidakpercayaan sebagian warga masyarakat pada kinerja Pemerintah.

Mengembusan kekhawatiran dan ketakutan itu penyebab stres, hilangnya empati masyarakat, dan munculnya sikap egois. Lebih lanjut, menurut Untung Leksono, banyak orang berkeluh-kesah, melakukan kekerasan dalam rumah tangga, penganiayaan, juga pembunuhan.

*

Tema stres sangat menarik, karena tidak ada orang yang tidak was-was. Gejala sakit apapun yang dialami seorang anggota keluarga (batuk, flu, demam, sakit perut, pusing) selalu dikaitkan dengan korona. Beberapa anggota grup reuni secara singkat mengemukakan persoalan kesehatan keluarga mereka.

Ada yang positif terkena korona. Masuk yang rumah sakit. Ada pula yang harus melakukan isolasi mandiri di rumah. Seorang teman dari Mataram, dokter Endro Pranoto, juga masih tergolek di rumah sakit dalam proses penyembuhan paparan korona.

Untuk mengendurkan stress harus pinter-pinter mencari kesempatan ke luar rumah dengan tetap memenuhi prokes. Itulah yang dilakukan, Slamet Mulyono dari Kotagede Yogyakarta. Ia instruktur pelatih senam dan belakangan tetap sibuk dengan kegiatan "gowes"-nya. Juni 2021, ia dan dua anggota keluarganya positif korona. Dengan isoman dan melakukan aneka upaya penyembuhan, keluarganya negatif korona.

Image caption Senyum cerah  penuh semangat Mas Slamet Mulyono dari Kotagede Yogyakara
Image caption Senyum cerah  penuh semangat Mas Slamet Mulyono dari Kotagede Yogyakara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun