Tidak ada orang yang tidak punya pengalaman. Terlebih, bila usia beranjak senja. Amat banyak pengalaman, bahkan juga pengetahuan, dikoleksi. Pengalaman itu (terutama yang menginspirasi dan mengedukasi) lebih bernilai bila dituturkan-ditularkan dan disebarkan. Dalam bahasa kekinian: dibagikan, di-share.
Jangan mau hanya menjadi konsumen. Hanya menonton dan membaca pengalaman dan cerita orang lain. Cerita mereka mungkin tak lebih seru dan heboh cerita kita. Jadilah produsen tulisan. Terlebih bila kita termasuk tokoh dalam bidang yang kita geluti (mungkin tidak diakui atau diketahui orang lain). Pasti ada hal-hal tertentu yang menarik untuk diceritakan kepada orang lain.
Pendeknya, menulis pengalaman sendiri itu perlu, dan mungkin banyak orang sudah menunggu.
Sebelum mulai menulis lakukan dulu kegiatan memilah dan memilih. Pilih pengalaman (yang paling) menggembirakan, menyedihkan, menggelikan, atau menakutkan. Pilih pengalaman kegagalan/keterpurukan dan keberhasilannya. Singkirkan pengalaman biasa-biasa saja. Ungkapan lama menyebutkan, pengalaman merupakan guru terbaik. Â Bagi diri sendiri maupun orang lain, masih berlaku. Karenanya, belajar dari pengalaman merupakan sebuah keniscayaan.Â
Menurut Alberthiene Endah, seorang penulis biografi terkenal, tokoh yang menarik untuk ditulis biografinya, yaitu yang menginspirasi dan kaya akan pengalaman hidup (from "nothing" to "something"), yang punya human interest tinggi, atau yang punya kehidupan tidak sempurna tapi mampu memperbaikinya.
Untuk seni penulisannya, hindari terpaku pada cerita-cerita dasarnya saja. Materi dan gaya  penulisannya harus dikembangkan. Kita bisa menuliskannya dengan agak didamatisir sehingga ceritanya lebih bernyawa saat dibaca.
*
Bagi orang kantoran, apalagi pegawai karier, menulis tentu bukan hal asing. Terlebih yang berkecimpung pada bagian perkantoran dan administrasi. Tetapi para petugas lapangan pun perlu piawai menulis. Misal untuk menulis laporan. Terlebih pekerjaan sehari-hari yang terkait dengan tulis-menulis: guru, jurnalis, hakim/jaksa/notaris, karyawan penerbitan dan percetakan, dan banyak lagi.
Ada yang berdalih penulisan untuk tugas/kedinasan berbeda dengan penulisan lain. Malas dan menganggap tidak pening kegiatan menulis mungkin itu dalih mereka sebenarnya. Itu sebabnya perlu semacam kiat menulis. Berikut hal-hal seputar kegiatan menulis pengalaman sendiri/pribadi.
Pertama, menulis pengalaman pribadi itu paling mudah. Dibandingkan tema tulisan lain. Sebab, tanpa perlu referensi. Tinggal mengandalkan ingatan dan minat untuk merekontruksi peristiwa seru yang dialami dalam bentuk tulisan.
Agar lancar menulis, anggap saja seperti orang bercerita. Abaikan teknis tulis-menulis. Meski terkesan asal tulis (dg bahasa gaul dan tulisan sekenanya) tidak masalah. Asalkan cerita dengan hikmah di dalamnya tersampaikan dengan baik (tidak dinilai negatif/disalahpahami).