Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Trauma Mei

22 Mei 2021   14:39 Diperbarui: 22 Mei 2021   14:52 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua lelaki muda dengan rambut cepak dan berbadan kekar itu balas tersenyum. Mereka generasi muda yang mungkin tak peduli dengan peristiwa suram masa lalu. Atau sebaliknya, sangat geram dan ingin memburu para pelaku kejahatan Mei.

Mereka ngobrol santai mengenai peristiwa Mei 1998. Terutama tentang perkosaan masal yang tak pernah terungkap jelas sampai sekarang. Referensinya, sebuah kilas balik peristiwa Mei 1998 di media sosial.  Baca juga: Meniru Rasul, Bersabar dan Memaafkan

*

Peristiwa itu, pada 13 Mei 1998. Jakarta dalam sekejap kacau-balau. Sehari sebelumnya, empat mahasiswa Trisakti tewas oleh peluru nyasar, atau oleh penembak tersembunyi. Kerusuhan massal merebak dari ujung ke ujung kota. Diawali demo rusuh, dilanjutkan gerakan massa menjarah dan membakar pusat-pusat pertokoan maupun mall. Lalu terjadi kebakaran. Warga masyarakat pula menjadi korban. Rarusan, mungkin ribuan, nyawa melayang. Terpanggang hidup-hidup. Ditambah satu peristiwa lagi, kebiadaban yang tak terperikan bejadnya, pemerkosaan massal.

Massa yang bergerak-marah dan mata gelap sulit diidentifikasi. Tetapi khusus pelaku pemerkosaan, beberapa korban dan saksi mata bersaksi, pemerkosa 3 sampai 4 orang dari massa yang melakukan penjarahan. "Badannya tegap, rambut cepak, dan dilakukan sangat cepat." Tidak ikut menjarah, dan langsung menghilang begitu kekacauan terjadi. Aneh. Misterius.

*

Sampai kapan trauma Mei dapat disembuhkan? Sampai berganti beberapa generasi? Atau tak pernah akan tersembuhkan hingga semua pelaku-korban maupun saksi masuk liang lahat?

Kenangan buruk itu sungguh tak terlupakan. Bersama-sama dengan banyak tragedi lain, peristiwa Mei terlanjur menjadi trauma kolektif bangsa ini. Sayangnya, kini ada kelompok-kelompok yang (sadar atau tidak sadar, terang-terangan atau sembunyi-sembunyi) menginginkan peristiwa serupa terulang kembali. Peristiwa Soeharto lengser. Wallahu a'lam.***

Sekemirung, 21 Mei 2021 / 9 Syawal 1442
Sugiyanto Hadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun