Komentator On Air, Radio - Televisi
Komentator olahraga on air muncul dari atlet olahraga, dan penyiar berita, dan ada pula yang semula sebagai penyiar radio. Tentu sangat jauh bedanya cara dan gaya bicara para komentator di media audio (yang mengandalkan kemampuan mewujudkan "theater of mind") dengan komentator di media audio-visual (televisi).
Sayangnya, ada komentator media audio-visual yang membawa-bawa kebiasaan lama ketika masih menjadi penyiar/komentator di radio, yaitu gaya banyak bicara, bahkan tanpa jeda, padahal sudah jelas ada gambar dan tak jarang dilakukan pengulangan gambar secara slow motion.
Valentino "Jebret" Simanjuntak, termasuk komentator yang menggabungkan gaya bicara komentator radio dengan televisi. Â Ribut ia menggunakan istilah dan ungkapan sendiri, ditambahi dengan analisis atas permainan para pemain di lapangan. Â Padahal komentator televisi tidak perlu harus menjelaskan setiap kejadian, karena gambar sudah gamblang menunjukkan hal itu.
Mestinya yang perlu dikomentari hanya apa yang terjadi di lapangan, secara garis besar. Lalu siapa pemain yang terlibat, apa keputusan wasit, dan apa akibatnya kejjadian itu (pelanggaran, pemberian kartu kuning/merah, tendangan pinalti, perkelahian di lapangan, dsb.). Misal, peristiwa pelanggaran keras (hingga keluar kartu kuning/merah), diulas secukupnya hal-hal apa yang membuat Wasit meniup peluit tanda telah terjadi pelanggaran.
Secara teknis tentu saja narasumber (biasanya mantan pemain sepakbola) yang diundang ke studio dapat lebih menjelaskan logika permainan menurut ilmu maupun pengalaman yang pernah dialaminya.
Di luar itu semua, seorang komentator olahraga (khususnya sepakbola) memang harus menguasai teknik permainan, latar-belakang pemain, jadwal pertandingan, dan regulasi maupun berbagai perubahannya. Dengan begitu khalayak terjelaskan hal-ihwalnya, selain tentu menikmati keseruan tontonan yang tersaji yang mengundang banyak sponsor dan iklan itu.
Sandungan, Menjanjikan
Komentator boleh berkomentar apa saja dalam koridor pertandingan dengan berbagai aspeknya, tetapi tidak boleh melanggar aturan. Membicarakan mengenai perbedaan suku-agama-ras dan antar golongan(SARA), kata-kata kotor, ungkapan menghina, dan sebagainya; harus dijauhi. Yang terbaik, komentator bersikap netral.
Jangan sampai pendukung salah satu kesebelasan merasa dilecehkan, tidak dihargai, atau dikecilkan prestasinya. Lebih dari itu, komentator harus menghidupkan optimisme pada tim maupun pendukung kedua belah pihak yang bertanding. Â
Nah, pada pertandingan semifinal Piala Kemenpora 2021, antara Persija vs PSM Makassar, yang sebentar lagi digelar, coba cermati khusus komentatornya. Jangan-jangan komentator sepakbola tarkam lebih menjanjikan dari pada komentator televisi. Wallahu a'lam. ***