Itu sebabnya bila melewati tempat-tempat itu kami selalu berjalan berombongan. Juga tidak diam saja. Ada yang sholawatan. Pernah suatu ketika ada seorang anak yang sengaja hendak menakut-nakuti. Ia berlari sendirian lepas dari rombongan. Sambil berteriak-teriak, "Genderuwo. . . .genderuwo. . . . . !"
Kontan rombongan anak-anak yang baru pulang dari salat tarawih berjamaah di masjid buyar. Kabur, melarikan diri, sambil berterik-teriak ketakutan. Nasib sial pada anak yang coba menakut-nakuti, ia nyemplung di sungai. Akhirnya kami juga yang menolongnya. Beruntung aliran sungai tidak sedang meluap.
*
Tahun 1969 keluarga kami pindah ke Wates, ibukota Kabupaten Kulonprogo. Di sana relatif lebih ramai penduduknya. Kami merupakan keluarga besar, dan tinggal di kampung seberang pegadaian, di sebelah selatan rel kreta api.
Ada beberapa makanan khas yang tak mudah dilupakan untuk berbuka puasa. Makanan itu geblek, growol, tempe benguk santen, peyek undur-undur. Jelang waktu berbuka saya memerlukan pergi ke luar kampung untuk membeli makanan itu. Untuk growol hanya dijual di pasar.
Orang luar sudah pasti akan menolak manakan ini, sebab baunya menyengat. Bayangkanlah bau singkong rebus yang ditumbuk halus, lalu dicetak menyerupa batu pengganjal tiang rumah, selanjutnya direndam di air beberapa hari. Pertama kali pindah ke sana, agak lama kami baru mau menyantapnya. Enak, membuat perut dingin, dan tidak lekas lapar.
Namun, hidangan yang selalu ada sejak dulu saat buka puas ya kolak pisang dan ubi serta kolang-kaling. kurang afdol bebuka tanpa minuman manis itu. Tidak perlu membeli. Sebab ibu yang selalu membuatnya sendiri.
*
Masa itu, lima puluh tahun yang lalu, siapa juga yang tidak mau kembali ke sana. Andai waktu dapat diputar kembali. Sesulit dan sesedih apapun masa itu, terasa menyenangkan untuk dikenang. Ternyata suasana Ramadan pada siap masa ada yang berubah, dan ada pula yang tidak berubah sama sekali. Yang berubah yaitu aneka makanan-minuman yang terhidang di meja saat berbuka. Yang tidak berubah, yaitu semangat berlapar-dahaga demi menjaga keimanan untuk meraih predikat manusia bertakwa. Â Wallahu a'lam bish-shawab. ***
Cibaduyut, 16 April 2021 / 4 Ramadan 1442
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H