Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Surat Telegram Kapolri, Terbit dan Cabut, Tidak Pakai Lama

6 April 2021   23:49 Diperbarui: 7 April 2021   00:01 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada hemat saya, tayangan yang sering justru memperlihatkan arogansi dan kekerasan polisi, di antaranya materi-materi Polisi bekerja sama dengan stasiun televisi. Di antara materi Polisi menangkap penjahat narkoba, merazia pelanggar lalu-lintas dan tempat hiburan malam. Terasa betul betapa jumawa dan agak berlebihan gaya mereka. Memang kebiasaannya begitu, atau hanya gara-gara hendak beraksi di depan kamera?

Dengan kata lain, ada peran Divisi Humas/Humas Polda dalam hal itu. Materi yang semula untuk mengedukasi masyarakat dan menimbulkan rasa jera bagi penjahat, jatuhnya justru memunculkan rasa antipati kepada Polisi.

Satu hal lagi, Kapolri serta jajaran Divisi Humas Polri perlu segera mengevaluasi mekanisme pembuatan surat-menyurat dan telegram (dan lainnya serupa itu). Hingga tidak diulang lagi "terbit-cabut" dalam waktu terburu-buru seperti itu.

*

Yang serius harus segera ditangani oleh Kapolri, yaitu menjadikan anggotanya betul-betul jauh dari arogansi dan tindak kekerasan. Tidak kepada warga sipil, kepada sesama angkatan, bahkan juga kepada sesama anggota Polri maupun keluarga mereka.

Tentu saja anggota Polri dan keluarga mereka tetaplah manusia biasa. Tapi berusahalah dengan bersungguh-sungguh, dan sekuat tenaga. Bila masih ada saja hal yang terduga dan kemudian menjadi viral dalam dua hal itu, apa boleh buat. Tapi mudah-mudahan awak jurnalistik memaklumi, dan tidak malah mem-blow up begitu rupa demi mendapatkan rating, iklan, dan kepentingan sesaat/sempit/sendiri.

Mudah-mudahan dengan keluarnya pembatalan Surat Telegram Kapolri mengenai larangan media menayangkan arogansi dan kekerasan polisi, kontroversi berakhir. Para jurnalis dapat melanjutkan mekanisme kerja seperti biasa. Para pembuat konten di media sosial harus segera mencari topik lain. 

Sebaliknya para anggota Polisi --apapun pangkat dan jabatannya- harus makin hati-hati. Bila lupa daratan (entah karena persoalan apa) hingga bersikap arogan dan melakukan tindakan kekerasan, awas. Kali ini para jusnalis akan lebih jeli dan waspada menyoroti dua hal itu.

Begitulah. Urusan masa berlaku surat telegram Kapolri ternyata harus meniru-niru gaya orang kelaparan pesan makanan di restoran, dengan suara setengah membentak, "Tidak pakai lama...!" Wallahu a'lam. ***

Cibaduyut, 6 April 2021 / 24 Sya'ban 1442

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun