Betapapun banyak pujian untuk guru, sebenarnyalah guru tidak berbeda jauh dengan profesi lain. Â Diberi banyak penghargaan boleh dan harus, tetapi bukan berarti profesi ini satu-satunya yang perlu sangat diperhatikan dengan mengabaikan profesi lain.Â
Memang dalam konteks masa depan dan kemajuan bangsa hanya guru -dengan berbagai sebutan untuk tingkatan pendidikan, baik yang formal maupun nonformal- yang berperan banyak.
Tetapi ada peran lain yang sama-sama penting: petani, peternak, pelaut, pedagang, buruh pabrik, karyawan perusahaan swasta, pegawai pemerintah, polisi-tentara, seniman, Â ulama, jurnalis, tenaga kesehatan, dan banyak lagi. Tiap-tiap punya profesi penting. Tanpa bermaksud membanding-bandingkan, lalu memilih mana yang paling penting sehingga yang lain kurang penting, maka pemahaman seperti ini harus terus disuarakan.
Dengan begitu tidak ada ego sektoral, merasa paling ini dan itu, dan seterusnya.  Urusan siapa yang paling hebat/berjasa/berperan harus dikaitkan dengan lingkup  tertentu saja.Â
Sebagai contoh, guru sangat penting peran untuk urusan pendidikan. Bila suatu bangsa maju pesat perkembangan iptek-nya maka peran guru pasti hebat.Â
Demikian pula, petani sangat besar perannya dalam urusan produksi bahan makanan. Bila persediaan bahan makanan selalu melimpah, para petanilah yang pantas mendapat acungan jempol. Demikian seterusnya.
Demikian kehebatan guru dan petani dalam contoh di atas tidak mungkin berdiri sendiri. Ada banyak profesi lain yang mendukung, menunjang, memperlancar, dan seterusnya. Yang tidak kalah penting kebijakan dan politik Pemerintah untuk memaksimalkan peran semua profesi yang ada. Â
*
Sebuah renungan. Saat muncul slogan lama "guru sebagai pahlawan tanda jasa", maka profesi lain pun mestinya serupa. Katakanlah, "tenaga kesehatan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa", "petani sebagai pahlawan tanpa tanda jasa", dan seterusnya. Siapapun dengan kriteria tertentu dapat menjadi pahlawan (baik sekadar sebutan, maupun dalam arti formal), sehingga tidak ada yang aneh lagi. Â Â
Untuk keberhasilan peran guru profesi lain pun ikut mendukung. Penyiapan gizi baik, kesehatan baik, kecerdasan spiritual baik, kondisi lingkungan dan keamanan baik, dan seterusnya tak kalah penting menentukan masa depan suatu generasi dan bahkan sebuah bangsa.Â
Karenanya, mari bersikap proporsional mendudukan guru ditengah sangat banyak profesi lain yang sama-sama harus diangkat derajat-kesejahteraan maupun kemaslahatan mereka.
Kenyataan masih banyak guru yang bernasib kurang beruntung, terutama para guru honorer yang di sekolah-sekolah terpencil dengan akses serba sulit, dengan honor sangat rendah pula.Â
Sementara itu para guru ASN lebih memilih di sekolah-sekolah perkotaan, dengan sarana-prasarana pendidikan maupun kondisi sekolah yang relatif lebih baik/lengkap. Â Â
*
Euforia masa lalu bahwa guru merupakan pahlawan tanpa tanda jasa sudah selayaknya ditanggalkan. Guru sama dengan profesi lain, menjadi hebat dan berperan besar bukan karena status profesi semata, melain ditentukan pula pada aktivitas dan kreativitas, yang didukung disiplin-kejujuran-keandalan sebagai profesional, disertai wawasan kebangsaan yang mumpuni.
Artinya, tidak mudah meski sekadar sebagai guru. Saat ini jutaan orang memiliki profesi itu. Tetapi hanya sebagian kecil saja yang benar-benar seorang pendidik-pengajar-visioner. Selebihnya belum cukup memadai untuk mendapatkan sebutan mulia sebagai seorang guru dalam arti sesungguhnya.
Dengan kata lain, dengan jujur harus dikatakan saat ini peran para guru belum cukup optimal untuk membawa generasi muda mampu lebih tangguh menghadapi tantangan zaman. Guru masih jauh dari ideal dalam menyiapkan sumber daya manusia unggul dan maju. Mungkin para guru beberapa negara tetangga lebih mumpuni dalam peran profesional mereka. Â
*
Anggaran besar dari APBN (tuntutan yang sudah sangat lama diperjuangkan) mestinya diimbangi dengan kerja keras-cerdas-ikhlas dan tuntas setiap guru. Jangan ada guru yang menjadi parasit dalam profesi mulia itu. Mungkin itulah sebabnya ungkapan "guru merupakan pahlawan tanpa tanda jasa" tidak lagi popular.
Peringatan Hari Guru pada setiap 25 November mudah-mudahan menjadi momentum penting untuk berinstrospeks agar para guru mampu terus meningkatkan kompetensi.Â
Kelak bila peran mereka sudah betul-betul optimal kiranya "tanda jasa" untuk mereka layak diberikan kembali. Kondisi itu entah kapan menjadi nyata, dan jangan-jangan tidak akan pernah terwujud.
Demikian pun, rasa optimistis dalam berbangsa-bernegara tiap hari coba dipompakan oleh Pemeritahan Jokowi kepada segenap rakyat Indonesia. Tetapi tidak mudah. Pesimistis selalu yang muncul pada hampir semua hal, lalu ada saja yang memanfaatkannya untuk kepentingan tertentu, dan banyak pengikutnya. Mungkin termasuk para guru sendiri. Jadi, dengan penuh rasa hormat tanggalkan dulu predikat "pahlawan tanpa tanda jasa" itu. Wallahu a'lam. ***
Cibaduyut, 17 Desember 2020
Baca juga tulisan menarik lain:
lupa-hari-jumat
bagi-edhy-dan-juliari-korupsi-itu-indah
hashim-edhy-prabowo-diangkat-dari-selokan-dan-bernyanyilah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H