Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru, Kompetensi, dan Tanggalkan Dulu Predikat Itu

17 Desember 2020   21:05 Diperbarui: 17 Desember 2020   21:09 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
guru muda berbakti di tanah papua - voaindonesia.com

Kenyataan masih banyak guru yang bernasib kurang beruntung, terutama para guru honorer yang di sekolah-sekolah terpencil dengan akses serba sulit, dengan honor sangat rendah pula. 

Sementara itu para guru ASN lebih memilih di sekolah-sekolah perkotaan, dengan sarana-prasarana pendidikan maupun kondisi sekolah yang relatif lebih baik/lengkap.   

*

Euforia masa lalu bahwa guru merupakan pahlawan tanpa tanda jasa sudah selayaknya ditanggalkan. Guru sama dengan profesi lain, menjadi hebat dan berperan besar bukan karena status profesi semata, melain ditentukan pula pada aktivitas dan kreativitas, yang didukung disiplin-kejujuran-keandalan sebagai profesional, disertai wawasan kebangsaan yang mumpuni.

Artinya, tidak mudah meski sekadar sebagai guru. Saat ini jutaan orang memiliki profesi itu. Tetapi hanya sebagian kecil saja yang benar-benar seorang pendidik-pengajar-visioner. Selebihnya belum cukup memadai untuk mendapatkan sebutan mulia sebagai seorang guru dalam arti sesungguhnya.

Dengan kata lain, dengan jujur harus dikatakan saat ini peran para guru belum cukup optimal untuk membawa generasi muda mampu lebih tangguh menghadapi tantangan zaman. Guru masih jauh dari ideal dalam menyiapkan sumber daya manusia unggul dan maju. Mungkin para guru beberapa negara tetangga lebih mumpuni dalam peran profesional mereka.  

*

Anggaran besar dari APBN (tuntutan yang sudah sangat lama diperjuangkan) mestinya diimbangi dengan kerja keras-cerdas-ikhlas dan tuntas setiap guru. Jangan ada guru yang menjadi parasit dalam profesi mulia itu. Mungkin itulah sebabnya ungkapan "guru merupakan pahlawan tanpa tanda jasa" tidak lagi popular.

Peringatan Hari Guru pada setiap 25 November mudah-mudahan menjadi momentum penting untuk berinstrospeks agar para guru mampu terus meningkatkan kompetensi. 

Kelak bila peran mereka sudah betul-betul optimal kiranya "tanda jasa" untuk mereka layak diberikan kembali. Kondisi itu entah kapan menjadi nyata, dan jangan-jangan tidak akan pernah terwujud.

Demikian pun, rasa optimistis dalam berbangsa-bernegara tiap hari coba dipompakan oleh Pemeritahan Jokowi kepada segenap rakyat Indonesia. Tetapi tidak mudah. Pesimistis selalu yang muncul pada hampir semua hal, lalu ada saja yang memanfaatkannya untuk kepentingan tertentu, dan banyak pengikutnya. Mungkin termasuk para guru sendiri. Jadi, dengan penuh rasa hormat tanggalkan dulu predikat "pahlawan tanpa tanda jasa" itu. Wallahu a'lam. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun