Andai ini baru pertama kali, dan ke depannya dengan sungguh-sungguh tidak akan mengulang (bila kesempatan datang lagi), maka sebuah permintaan maaf bermakna tulus dan wajib dimaafkan.
Apapun dan bagaimanapun, manusia merupakan mahluk dengan segenap salah dan lupa. Bahkan tidak ada manusia sempurna, yang terlepas dari salah. Para nabi pun pernah melakukan salah. Namun, kesalahan mereka sudah dimaafkan Allah. Beda sekali dengan manusia biasa.
*
Residivis, Politisasi
Syarat-syarat agar kesalahan seseorang dimaafkan tidak mudah, dan kecenderungan melakukan kesalahan yang sama selalu terbuka sangat lebar. Itu mengada dalam dunia kriminal kita kenal istilah residivis. Yaitu mereeka yang tak jera-jera berbuat kriminal, meski sudah berkali-kali masuk bui. Dan biasanya polisi mengambil tindakan tegas terukur: tulang kering kaki dilubangi dengan pelor, atau bahkan nyawa dilenyapkan dengan lubang peluru entah di mana saja.
Maka demikianlah ketika Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo meminta maaf. Maaf, karena sadar diri telah mengkhianati. Dan terbukti punya agenda kerja sendiri. Tapi maafkan saja. Apa sulitnya. Beri maaf, dan hUkum jalan terus. Perberat malah hukumannya, jangan kasih ampun.
Sayangnya, orang yang dimintai maaf terutama hanya 3 orang, yaitu Jokowi selaku presiden, Prabowo Subianto selaku Ketua Umum Gerindra (terlebih sederetan kader Gerindra terseret dalam kasus ini), dan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan.
Itu saja? Ya. Tapi tunggu. Ada pula permintaan maaf untuk semua orang. Edhy Prabowo menambahkan dalam ucapan permohonan maaf melalui media, sbb: "Saya juga mohon maaf terhadap seluruh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat kelautan dan perikanan yang mungkin banyak yang terkhianati."
Mungkin Edhy Prabowo lupa secara untuk khusus minta maaf kepada Susi Pudjiastuti. Tetapi bisa jadi memang sengaja melupakannya. Kalau mau disebut satu per satu pasti akan sangat panjang. Itu mengapa disingkat-padatkan saja "kepada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat kelautan dan perikanan".
Barangkali setelah menarik nafas panjang berkali-kali, meski tidak secara khususnya namanya disebut, Bu Susi pun akan dengan ikhlas memberi maaf.
Padahal sangat jelas kesalahan Edhy Prabowo kepada Susi. Lima tahun Susi menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan banyak terobosan dan prestasi ditorehkan. Yang sangat fenomenal yaitu penenggelaman kapal-kapal pencuri ikan. Termasuk juga melarang ekspor benih lobster. Tetapi kebijakan itu tidak diteruskan oleh penggantinya. Setidaknya ada 4 kebijakan kontroversial dibuat Edhy, dengan memasung kebijakan Susi. Kecewa pasti. Mungkin juga marah, dan merasa dipermalukan. Sebab berbagai argumentasi menyalahkan dilontarkan sepihak.
Dan kemudian hal buruk harus terjadi, borok di balik ekspor benur terkuak lebar, gamblang, terang-benderang, dan menyolok mata. Apa boleh buat, apa mau dikata? Bu Susi mungkin tesenyum, tetapi tidak juga, sebab entah sudah berapa banyak benur yang terekspor. Dan itu berarti pada suatu masa nanti (ketika lobster sudah siap panen) para importir di luar negeri akan memetik hasil, sebaliknya dunia perikanan di dalam negeri gigit jari.
Sudah banyak diulas mengenai siapa saja yang tetangkap tangan oleh KPK. Lepas dari sebutan tangkap tangan dan operasi, yang tampak tidak seperti seharusnya. Biasanya OTT dilakukan pada saat terjada transaksi, suap, dengan berbagai barang buktinya. Tapi kali ini tidak. Bahkan muncul kecurigaan, jangan-jangan ada politisasi atau kecenderungan untuk melemahkan sosok/pihak tertentu jelang Pilkada dalam waktu dekat, atau bahkan Pilpres pada 4 tahun mendatang.
Tapi mudah-mudahan KPK tidak sedang bermain politik, dan lebih jauh juga tidak terkontaminasi dengan berbagai kepentingan yang semata berorientasi pada jabatan politik.
*
Susi, Menteri
Kembali ke soal maaf untuk Susi Pudjiastuti. Rasanya hanya jabatan menteri yang mesti kembali diembannya yang dapat memberi senyum lebih cerah bagi sosok kelahiran kawasan pantai Selatan Jawa Barat ini.
Jokowi harus dengan halus membalik argumentasi pada siapapun yang dulu usul/merekomedasi bahkan bersikeras mendudukkan Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Bahkan Susi Pudjiastuti untuk saat ini yang paling pas pada jabatan itu. Tentu bukan tanpa kekurangan dan kesalahan. Tetapi mesti diingat kembali, pamor presiden salah satunya diangkat oleh kiprah Susi. Â
Sebab siapapun yang berusaha melengserkan Susi untuk jabatan di kabinet Jokowi (pada 5 tahun kedua) tenyata sarat kepentingan bisnis curang, yang sangat merugikan dunia perikanan di tanah air. Kini saatnya ungkapan "tenggelamkan" ala Susi van Pangandaran kembali membawa korban.
*
Tenggelam, Perempuan
Mari sejenak menengok cerita silam. Ternyata tidak hanya Edhy Prabowo yang harus tenggelam ketika menjabat sebagai menteri. Sebelumnya ada nama Imam Nahrawi Menteri Pemuda dan Olahraga era Jokowi. Masih pada periode yang sama, ada nama Idrus Marham, Menteri Sosial. Tidak lama ia menjabat dan harus ditenggelamkan kasus korupsi.
Khsusus untuk Edhy Prabowo tenggelamnya bukan bersama kapal pencuri ikan, melainkan menemani benih lobster. Bidang pemuda dan olahraga tidak selalu membuat oleh berlaku sportif, sebab selain Imam Nahrawi, ada lagi nama Andi Mallarangeng. Ia Menpora era SBY, yang punya slogan fenomenal: "Katakan Tidak pada korupsi". Padahal, iya. Â Lalu pada era yang sama ada nama Dahlan Iskan, Menteri Badan Usaha Milik Negara tenggelam untuk kasus korupsi pula.
Lalu ada Jero Wacik, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Ketika menjabat Menteri Kebudayaan dan Pariwisata aman, tetapi pada jabatan menteri kedua tenggelam juga. Bahkan pelaku korupsi bukan menteri urusan keduniawian saja. Menteri urusan keakhiratan pun tak mau kalah. Sebut saja Suryadharma Ali, Menteri Agama. Ketika menjadi Menteri Negara Koperasional dan Usaha Kecil Menengah, aman. Giliran menjadi Menteri Agama, tenggelam.
Selain Kementerian Pemuda dan Olahraga, agaknya Kementerian Sosial juga sarat godaan. Buktinya ada Bachtiar Chamsyah, Mensos era SBY, juga tenggelam. Mewakili sosok perempuan, ada Siti Fadilah Supari, Menteri Kesehatan. Â
*
Andai Susi Pusjiastuti kembali menjadi menteri, alangkah senangnya hati banyuak orang di negeri ini. Gayanya yang tomboy, kebijakannya yang bikin ketar-ketir para pembisnis curang, dan terutama logikanya yang berani dan "bukan kaleng-kaleng" mudah memancing simpati dan dukungan.
Penulis cuma bisa berharap, mudah-mudahan Pak Jokowi "meliriknya" lagi. Nah, Bu Susi, siap-siap kena lirikan ya. Siapapun tahu, lirikan Pak Presiden kita bikin hati deg-degan. Tapi entahlah dengan Pak Luhut. Wallahu a'lam. ***
Sekemirung, 27 November 2020, 11 Rabi'ul Akhir 1442
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H