Banyak peristiwa di luar sana yang bagus menjadi renungan. Menjadi pemikiran mengenai baik dan buruk, bermanfaat atau sia-sia, berpahala atau justru menimbulkan dosa. Tidak harus mengalami sendiri, dan apalagi melakukan sendiri hal-hal buruk untuk kemudian menunggu bagaimana akibatnya.
Tetapi untuk hal-hal baik, cermati dan camkan dalam hati; pada suatu kesempatan kelak (entah kapan dan di mana) kita akan menemukannya. Tinggal kemauan dan keikhlasan kita, mau berbagi atau tidak.
*
Contoh, Umroh
Apa yang ingin saya tulis di sini, yaitu mengenai dua sosok yang saling menginspirasi, yang patut dicontoh. Yaitu antara tukang parkir dengan seorang pemulung. Antara si obyek foto dengan fotografer alias si pengambil gambar/foto yang menjadi viral.
Obyek foto bernama Muhammad Ghifari Akbar (16), seorang pemulung dari Garut yang pergi dari rumah sejak putus sekolah kelas 4 sekolah dasar untuk mencari ibunya. Dramatis sekali, sebab ia berpakai lusuh dan karung pemulung di sampingnya. Dan dalam suasana dingin udara Bandung lantaran gerimis, ia bernaung di kawasan pertokoan Jalan Braga, pada tanggal 27 Oktober 2020 sore hari.
Bukan sedang merokok, makan, atau bermain ponsel. Ia sedang membaca kitab suci al Qur'an. Diberitakan hanya saarung dan kita suci itu bekalnya berangkat mencari ibunya ke Bandung. Entah apa yang dipikirkan dan diharapkannya dari ketekunannya mengaji hari itu.
Adapun sang fotografer Hermawan (40), juru parkir jalan Braga Kota Bandung. Â Ia warga Kampung Babakan Sawah, RT 003/007, Kelurahan Sukahaji, Kecamatan Babakan Ciparay. Ia mengunggah foto itu di Facebook, lalu ada perasaan kasihan pada obyek foto dan segera menghapusnya. Tetapi kemudian ia mengunggahnya lagi. Atas saran isterinya, Hermawan mengunggah foto itu ke Instagram setelah tahu foto itu diviralkan oleh pengguna IG yang lain.
Mengapa tertarik untuk mengambil foto seorang pemulung? Dengarlah pengakuannya: "Ya, lagi hujan-hujan, ada anak ngaji 'kan, ya saya foto aja. Karena itu 'kan pemandangan yang gimanalah gitu bagi saya."
Setelah fotonya viral, Muhammad Ghifari Akbar diajak umroh dan diangkat menjadi anak asuh Syekh Ali Jaber , seorang pendakwah dan ulama asal Madinah. Â
*
Bukan Pemandangan Biasa
Tiap orang punya perasaan, dan hati, dan dapat merasakan hal-hal luar biasa yag ditemuinya. Siapapun orang itu. Dan kini kesempatan kesempatan untuk "eksis" bukan monopolisi para selebritas, pesohor, politikus, maupun pemuka masyarakat. Tetapi juga para pemulung, pengamen, pengemudi ojek, dan tukang parkir.
Ponsel milik Hermawan rupanya memberinya wawasan cukup mengenai obyek foto, rasa estetika, konten, dan bahkan pengambilan foto (di luar kecanggihan ponsel yang dimilikinya). Obyeknya, seorang anak pemulung sedang membaca Al Qur'an kecil. Ekspresi wajah dan posisi duduk terekspose baik. Pengambil dari sisi memungkinkan tulisan Arab pada kitab suci terlihat jelas. Â Â
Hermawan terbetik pekiran untuk mengambil gambar, yang menurutnya "bukan pemandangan biasa". Mungkin letih, mengantuk, lapar, dan segenap perasaan lain disandang Akbar. Tetapi dengan kitab suci ia rasakan tidak ada sesuatu yang perlu dirisaukan.
Jiwa besar Hermawan terlihat pada ungkapannya setelah fotonya viral dan diapreasianya banyak netizen.
"Viral atau nggaknya, itu mah sudah jadi ketentuan yang di atas, saya moto anak kecil yang suka ngaji itu. Karena satu (alasannya), anak saya juga lagi program hafiz, saya suka kalau ada anak kecil, apalagi lagi hujan-hujan dan pemulung yang ngaji, ini pemandangan luar biasa," kata Hermawan, bapak dua anak itu.
Entah apresiasi apa yang diterima Hermawan atas karya fotonya yang menyentuh hati itu. Tetapi yang pasti Akbar telah menemukan nasib yang lebih baik.
*
Bandingkan, Ikut-ikutan
Tulisan ini ingin menyampaikan sekadar pembanding. Bandingkan kemuliaan Hermawan dalam berbagi, dan tak terkecuali kesedihan Akbar saat mencari ibunya dan rela menjadi pemulung; dengan kekerdilan pikiran para pengunggah video mesum (serta para penyebar, termasuk media mainstream maupun media sosial), serta para pemeran dalam video itu.
Tidaklah perlu di sebut nama-nama, para pembaca pasti maklum belaka. Luar biasa memprihatinkan sebab barangkali tak sedikit netizen yang ikut-ikutan menyebarkannya. Lebih banyak lagi yang penasaran dan ingin melihat video itu. Sangat banyak yang ikut nimbrung untuk sekadar mengatakan kata-kata jorok, menghina, mempersalahkan, memperolok, menghujat.
Seorang wartawan menulis opini mengenai video mesum, sebagai berikut: Keterhubungan manusia di jagad digital, meskipun harus diakui memiliki dimensi yang membawa berkah, namun selebihnya melahirkan ilusi yang mendorong kita untuk senantiasa ingin mengatakan sesuatu, sampai ke hal-hal yang semestinya tidak perlu kita ungkapkan ke publik.
*
Inspirasi, Informasi
Supaya jelas dan gamblang, kiranya perlu saya ulang pesan dari dua sosok viral, Tukang Parkir dan Pemulung, bahwa hanya kebaikan mestinya diunggah di media sosial dan diviralkan. Sebarkan hal-hal menginspirasi orang lain untuk meniru dan mengapreasiasi (sesuai dengan kesempatan dan kemampuan yang dimiliki). Bukan sebaliknya.
Kedua sosok di atas tentu sangat jauh dari sebutan pahlawan. Namun, nilai-nilai kepahlawanan para pejuang bangsa dapat diwujudkan oleh siapapun. Sekecil apapun. Tidak terkecuali apa yang mereka berdua telah lakukan.
Nah, itu saja. Hari Jum'at ini kia tahu memiliki banyak keutamaaan. Mudah-mudahan kita mampu memanfaatkannya dengan baik. Termasuk dalam berbagi informasi. Wallahu a'lam. ***
Sekemirung, 13 November 2020 / 27 Rabi'ul Awal 1442
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H