"Betul. Tapi perempuan semua. Aku ingin anak lelaki. . . . !"
Baru enak-enaknya Mas Bagiyo melamun, Mbakyu Sumyah datang. Sesekali saja isteri Mas Bagiyo itu menyambangi. Â Tujuannya apa lagi kalau bukan memata-matai si mata keranjang, suaminya. Para tetangga pasar, para penjual menu kuliner di tempat itu, sudah hafal apa yang akan terjadi. Bila si isteri datang, tak lama kemudian pertengkaran pun pecah.
Sudah beberapa kali kejadian serupa berulang. Mas Bagiyo mau nikah lagi tapi ditolak. Sekadar mata keranjang pun tidak boleh. Isteri cerewet dan galak. 'Kan jadi repot urusannya, gerutu Mas Bagiyo setiap kali.
Dan betul saja. Perang berkecamuk dengan hebatnya. Petugas keamanan pasar terpaksa didatangkan. Mas Bagiyo dan Mbakyu Sumyah itu dibawa ke kantor Dinas Pasar untuk didamaikan.
Sisa soto ayam dengan nasi dan lauk-pauknya dibagi-bagikan kepada siapa saja. Para buruh gendong, tukang becak, dan pedagang asongan mendapat kesempatan pertama. Begitulah keadaannya, setiap kali terjadi perang di los soto ayam, mereka berpesta. ***
Sekemirung, 11 Sept -- 8 Nov 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H