Listrik punya banyak peruntukan. Peran utamanya untuk penerangan, lalu bertambah banyak untuk menghidupan aneka perabotan rumah-tangga. Lama-kelamaan listrik menjadi kebutuhan primer, termasuk untuk kelancaran komunikasi. Alangkah senang dan terbantunya warga perkotaan hingga warga pelosok desa terpencil yang wilayahnya telah teraliri listrik.
Aliran listrik juga dapat digunakan untuk alat pembunuh. Untuk pelaksanaan hukuman mati, misalnya. Di desa-desa pertanian, salah satu cara memberantas hama tanaman menggunakan jebakan listrik. Celakanya, kerap jebakan itu bukan hanya memberantas tikus, melainkan juga membunuh orang yang pembuat jebakan serta keluarganya, maupun orang lain.
Di Desa Tambakrejo, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Senin (12/10/2020) sepasang suami-isteri dan dua anak mereka menjadi korban jebakan tikus beraliran listrik tegangan tinggi. Mereka yaitu Parno (suami), Reswati (istri), dan kedua anak mereka, Jayadi dan Arifin. Keluarga itu sedang menyirami tanaman cabai pada malam hari.
Semula yang berada di ladang cabai hanya Parno, Reswati dan Jayadi. Arifin berada di rumah, lalu menyusul ke ladang. Reswati pulang lebih dahulu. Tetapi sampai malam ketiganya belum juga pulang.Â
Reswati menyusul lagi ke ladang dan mendapati suami dan duanya anak tersengat listrik. Mungkin ia berusaha menolong, nyawanya pun ikut terenggut. Jasad keempat korban ditemukan warga sudah terlilit kabel listrik.
Malam itu empat teriakan dari ladang cabai terdengar. Saat ditelusuri ke sumber suara, warga kaget mendapati empat orang tergeletak tidak bernyawa. Saat itu juga warga langsung melapor kepada aparat pemerintahan desa dan ke kepolisian terdekat.
Jebakan di Ngawi Tewaskan 24 Warga
Di Ngawi, Jawa Timur, jebakan tikus menggunakan listrik juga membawa korban jiwa. Cukup banyak jumlahnya, yaitu 24 korban tewas dari 24 kasus. Data itu tercatat sejak awal tahun 2020 hingga bulan September lalu.
Padahal sejak lama penggunaan listrik untuk jebakan tikus telah dilarang Pemda setempat. Tetapi warga mengaku tidak punya pilihan lain.
Jebakan tikus biasanya dipasang melintang di tengah sawah, atau di pematang sawah. Gundukan tanah memanjang pembatas satu areal sawah dengan areal sawah lain itu biasanya juga digunakan untuk penjalan kaki (baik pemilik/buruh tani, maupun warga pengambil jalan pintas).
Jebakan tikus itu dialiri listrik pada malam hari, pagi hari berikutnya dimatikan. Namun, tak jarang si pemilik sawah lupa mematikan. Selain itu, keberadaan jebakan tikus tanpa disertai tanda peringatan/bahaya.
Hal yang sangat mengherankan, dari 24 korban tewas ternyata 20 orang diantaranya petani pemasang jebakan. Hanya 4 kasus dengan korban orang lain. Korban tewas terakhir adalah seorang pengendara motor. Ia mengalami kecelakaan dan jatuh ke sawah dengan jebakan tikus beraliran listrik.
Hama Tikus dan Derita Petani
Tikus merupakan hewan pengerat yang sangat cepat berkembang-biak. Tanaman muda apa saja menjadi mangsanya. Tentu saja para petani akan sangat merugi bila tikus tidak diberantas.
Selama ini beberapa cara sudah pernah dicoba. Memberi racun dan menggunakan cara gropyokan (mengasapi lubang persembunyian mereka dengan asap belerang oleh warga masyarakat secara beramai-ramai). Sudah sering dilakukan. Hasilnya kurang memadai.
Para petani pun mengaku sangat memahami imbauan Pemerintah agar tidak menggunakan jebakan listrik. Tetapi tidak ada pilihan lain lebih baik. Sementara itu kondisi perekonomian mereka (para penyewa dan penggarap lahan persawahan) terkait dengan pandemi korona tidak lebih ringan (pupuk sulit, tidak mendapat bantuan dana seperti profesi lain).
Para petani di Ngawi mengaku lebih baik mengalah tidak menanam padi pada musim ketiga. Sebab hama tikus tak tertanggulangi. Padahal musim ketiga itu merupakan saat mereka mengharapkan keuntungan (penghasilan dari dua musim sebelumnya habis untuk sewa lahan serta biaya bibit-pupuk maupun tenaga pengolahan).
Korban dan Ancaman Hukuman
Tragis ketika si pemasang jebakan tikus menjadi korban sendiri. Tentu karena kurang hati-hati, mungkin lupa telah memasang jabakan. Dan tidak mungkin semua itu gara-gara tidak tahu persis bahaya akibat listrik bertegangan tinggi pada jebakan.
Akibat tersengat kabel jebakan tikus beraliran listrik, yaitu hilang kesadaran, kejang otot, luka bakar, hingga gagal jantung dan kematian. Terlebih jika tersengat arus listrik bertegangan tinggi (220 volt).
Untuk pembuat jebakan tikus beraliran listrik dan sekaligus sebagai korban, kasusnya tidak dilanjutkan ke ranah hukum, dan dianggap selesai. Tetapi pada kasus dengan korban orang lain, para pembuat jabakan tikus harus bertanggungjawab.
Polres Ngawi tengah memproses empat tersangka dengan pasal 359 KUHP tentang kelalaian penyebab orang lain meninggal. Ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.
Tindakan Cepat dan Bantuan
Dukacita mendalam untuk keluarga para korban. Mestinya ada tindakan cepat agar kejadian serupa tidak terulang lain. Tentu perlu dirancang dan disebarluaskan perangkap lain yang seefektif perangkap beraliran listrik, tetapi lebih aman, dan bila mungkin ramah lingkungan.
Bersamaan dengan itu alangkah bijaknya bila para petani pun (yang terdampak korona seperti aneka profesi lain) mendapat bantuan Pemerintah kehidupan ekonomi mereka.
Berbagai kasus di atas hanya pada wilayah, yaitu Kabupaten Bojonegoro dan Ngawi, Jawa Timur. Kasus serupa pasti terjadi di daerah-daerah lain. Mereka pun pasti membutuhkan uluran tangan, antara lain bantuan sembako atau bantuan sosial tunai.
*
Penutup, mudah-mudahan gangguan hama tikus lambat-laun teratasi. Semoga korban jebakan tikus beraliran listrik tidak ada lagi. Bersamaan dengan itu ekonomi para petani pada segenap wilayah di tanah air (pada masa pandemi ini) perlu diperhatikan, dan ke depannya terbantu dengan baik. ***
Cibaduyut, 13 Oktober 2020 / 25 Safar 1442
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H