Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Andai Gatot Nurmantyo Berduet dengan Bang Haji

6 Oktober 2020   16:44 Diperbarui: 6 Oktober 2020   16:58 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
suasana di tmp kalibata dan gatot nurmantyo - fotokita.grid.id

Agaknya Gatot Nurmantyo rindu panggung. Entah sengaja atau tidak sengaja, peristiwa di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Pancoran, Jakarta, Rabu (30/9/2020) dimaknai banyak orang seperti itu. Dibertaikan media,  Gatot hendak mendeklarasikan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di tempat itu.

Setelah hampir tiga tahun berstatus purnawirawan popularitasnya namanya surut. Padahal jabatan terakhir memberinya panggung yang tinggi. Selain karier dalam kemiliteran, juga panggung politik.  Sayang, langkah awalnya kurang mulus. Gampang ditebak.

Ketika masih menjabat sebagai Panglima TNI itu barangkali ia merasakan sesuatu yang terpikir sudah demikian dekat dengan panggung yang lain yang jauh-jauh lebih tinggi-besar-dahsyat. Yaitu jabatan presiden. Ibaratnya tinggal selangkah lagi.  Waktu masih 4 bulan, ketika ia harus merelakan diganti oleh pejabat lain. Terasa tiba-tiba pula.

Mungkin ia belum siap, tidak menduga, sama sekali tidak menyangka. Padahal ia baru mau bersiap-siap untuk meraih panggung yang lain. Rencananya masih panjang. Karena baru satu langkah saja dibuatnya. Kalau dalam permainan catur mungkin itu disebut blunder. Salah langkah.

Daripada malu, ia teruskan langkah itu. Dan tangal 30 Oktober 2020 lalu momentum itu. Ia gaungkan lagi nonton bareng (nobar) sebuah film lawas yang diprakarsai presiden ke 2 republik ini. Eyang Soe, dengan dalih sangat dicintai rakyat (atau terlalu mencintai rakyat?), tidak hendak turun dan betah bertengger 32 tahun di kursi presiden.

Saat pergantian jabatan, Gatot tampak ikhlas dan penuh kesadaran memaklumi ihwal jabatan yang harus diserahkannya kepada orang lain. Tetapi belakangan muncul rasa ketidakrelaan, buruk sangka, dan keberanian berterus-terang.  

Menurutnya: gara-gara menganjurkan nobar film bertema peristiwa gawat seputar peristiwa G30S/PKI, ia harus lengser. Artinya, pernyataan awal dengan ungkapan kemudian berbeda sekali.

Begitupun kini ia memiliki panggung baru. Selain keterlibatan dalam gerakan yang menamakan diri KAMI, ia pun punya aktivitas rutin setiap September. Ada yang menduga KAMi bakal layu sebelum berkembang. Tetapi gawe September bakal kian ramai.

Terlebih bila para penyandang dana mau jor-joran mendukung. Minimal para simpatisan dan relawan, bahkan orang-orang lain yang sealiran pemikiran maupun politik serta kepentingan.

*

Dalam berbagai gerakan dan pernyataannya sewaktu masih Panglima TNI, Gatot Nurmantyo kemungkinan besar hendak mengikuti jejak politik SBY dan Prabowo, yaitu menjadi presiden.

Kedua mantan jenderal purnawirawan itu melakukan langkah taktis, yaitu mendirikan parpol. Langkah SBY membawa hasil konkrit. Dua kali sebagai capres, dan keduanya sukses. Sedangkan langkah Prabowo kandas. Sekali sebagai cawapres, dua kali sebagai capres. Nyungsep. Mungkin pada 2024 mendatang akan menjadi tiga kali.

Gatot tidak mungkin mengikuti jejak Soeharto. Pertama, karena sudah purnawirawan. Kedua, organisasi terlarang bernama PKI (yang coba dibangkit-bangkitkannya melalui nobar film Pengkhianatan G30S/PKI karya Arifin C. Noer setiap akhir bulan September) sudah tidak ada wujudnya. Bagaimana ia akan menjadikan partai komunis itu sebagai musuh bersama bila mengidentifikasi sosoknya saja sulit dilakukan?

Kembali pada SBY dan Prabowo, dua tokoh itu mestinya  menjadi idola, setidaknya panutan bagi Gatot. Hanya memang, yang satu berhasil, dan yang lain gagal. Tapi bukankah kegagalan pun merupakan sebuah pembelajaran, yaitu contoh untuk tidak ditiru. Dalam bahasa agama disebut ibroh. Nah, itulah sosok Prabowo. Sedangkan contoh baik yang perlu ditiru (sampai dengan terwujudnya impian menjadi presiden), yaitu SBY.  Itulah uswah.

*

Satu lagi sosok yang perlu dicontoh. Namun, soal baik atau buruknya ya tergantung penilaian kita masing-masing. Siapa? Bang Haji Rhoma, alias Oma Irama. Pimpinan grup musik Sonata yang melegenda itu.

Beliau punya dua panggung dahsyat. Pertama, panggung musik. Ratusan judul lagu top dibuat dan dinyanykannya. Ratusan panggung musik ditaklukannya setiap tahun. On air maupun off air. 

Kedua, panggung politik. Pernah pula beliau menjadi bakal calon presiden. Tidak puas dengan sebutan sebagai raja dangdut, yang menjadikannya fenomenal, hendak diraihnya pula predikat yang tidak main-main: Presiden.

Cara dan strateginya sama dengan dua jenderal terdahulu, yaitu mendirikan partai politik. Nama parpol besutan Bang Haji mirip judul lagu: Idaman. Partai Islam, Damai, Aman (isdaman). Bukan "Bujangan, Kerinduan, Syahdu, Penasaran", dan lainnya. Tapi Idaman.   

Mungkin nama parpol itu terinspirasi judul lagu penyanyi Rita Sugiarto (salah satu pasangan duet Bang Rhoma): Idaman Hati.

Pasti bukan lantaran tidak bisa menyanyi, Gatot prestasi menyanyi dan bermusik Bang Rhoma memang terlalu fenomenal untuk disaingi. Tetapi bila ternyata Bang Rhoma merasa satu pemikiran/perjuangan dan aliran politik, bukan tak mungkin raja dangdut itu berbaik hati kepada Gatot untuk membuatkan sebuah lagu. Berkenan pula bernyanyi duet di studio rekaman dan panggung hiburan.

Siapa tahu dengan konser-konser besar nanti, pasangan Gatot -- Rhoma mendulang nilai jual memadai. Dengan kata lain, niatan sekadar mencari panggung politik melalui panggung hiburan sah-sah saja. itu demi sukses pada Pilpres 2024. Siapa tahu?

Penulis pun tidak tahu, dan hanya berandai-andai. Sekaligus menghormati pemikiran seorang kawan yang senantiasa penuh semangat mengkampanyekan Bang Rhoma pada Pilpres 2019. Menjagoinya sebagai cawapres, sedangkan capresnya Prabowo. Meski merasa geli, penulis menghormati pendapatnya. Wallahu a'lam. ***

 Cibaduyut, 6 Oktober 2020

Baca pula tulisan menarik sebelumnya:
puisi-pandemi-ini-soalnya
mencemooh-pasien-covid-19-dan-protokol-kesehatan-tunggu-giliranmu
modus-tilang-oknum-polisi-cabuli-siswi-smp-di-pontianak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun