Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mari Nikmati Santapan Pagi

13 September 2020   08:20 Diperbarui: 13 September 2020   08:25 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah salat subuh berjamaah dan tausiah pendek i masjid Ahad pagi ini, pada bebeapa meja kecil sudah terhidang santapan pagi. Ibu-ibu yang menyediakan, dan jamaah pria tinggal menikmati. Jam dinding menunjuk pukul 05.05 WIB. Dan itu waktu santap sangat pagi, meski tidak sepagi makan sahur.

Santapan yang disediakan sekadar air teh pahit, bubur kacang ijo, ubi cilembu, bolu kukus, bala-bala (bakwan), goreng pisang, dan entah apa lagi. Cukup banyak persediaan ibu-ibu, padahal jamaah tidak sampai 50 orang --sudah termasuk anak-anak-.

Kami pun ngopi (sebutan untuk makan-minum, meski sekadar camilan dan teh pahit) sambil berbincang ringan antar jamaah.

*

Santap alias makan boleh kapan saja. Tetapi memang ada waktu-waktunya. Terlebih untuk makan nasi. Itu sekadar kebiasaan, dan memang demikianlah kebutuhan tubuh akan asupan. Maka kita kita makan pagi aau sarapan, lalu makan siang dan makan malam. Diantara waktu-waktu itu ada saat makan kue mengiringi istirahat dari suatu aktivitas.

Khusus untuk makan malam waktunya sangat panjang. Ada yang makan malam pada pukul 5 sore. Tetapi ada pula yang pukul 22.00 atau bahkan lewat tengah malam. Alasan tiap keluarga beda-beda.

Saya pernah menginap pada sebuah keluarga yang makan malamnya pada jelang tengah malam. Heran dan tidak habis pikir. Belakangan baru saya sadari bahwa anggota keluarga baru  lengkap pada saat itu. Macet parah jalanan, antrian di kendaraan umum, kerja lembur, dan beberapa alasan lain penyebabnya.

Maka berbahagialah orang-orang yang tinggal di kota yang tidak terlalu besar, yang tinggal tidak terlalu jauh dari tempat kerja, dan terutama yang bekerja tanpa harus ada lembur malam hingga mengacaukan ritme kehidupan. 

Namun, santap yang paling aneh (untuk orang yang tidak terbiasa, dan tidak dibiasakan) tak lain makan sahut. Baru enak-enaknya tidur, pulas dan lelap, tiba-tiba harus terbangun karena sesaat lagi salat subuh. Batas akhir makan sahur (disebut imsak) yaitu sekitar 10 menit sebelum adzan Subuh.

Dan kali ini, santap sesudah salat Subuh berjamaah di masjid. Setelah santapan rohani, asupan untuk kesehaan jiwa, dilanjutkan dengan santapan jasmani agar badan sehat wal afiat penuh semangat untuk menjalani awal hari. 

*

Santapan rohani yang disampaikan Pak Ustaz menyitir sebuah hadits.

Diriwayatkan dari Abu Dzar Jundub bin Junadah Al-Ghifari dan Abu Abdirrahman Muadz bin Jabal Al-Anshari bahwasannya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

"Bertakwalah kepada Allah di manapun engkau berada, dan ikutilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan akan menghapuskan keburukan sebelumnya, dan pergaulilah manusia dengan pergaulan yang baik." (HR. Tirmidzi dan beliau mengatakan hadits hasan dan dalam sebagian cetakan sunan Tirmidzi disebutkan hasan shahih)

Takwa berarti mengikuti apa-apa yang diperintah Allah, dan menjauhi apa-apa yang dilarang-Nya. Pada beberapa kesempatan tak jarang ungkapan itu kurang lengkap disampaikan, menjadi sekadar "mengikuti/melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya".

Padahal yang seharusnya diikuti/dijalankan dan dijauhi itu "apa-apa atau hal-hal apa yang" (dapat dirinci lebih detail), diperintahkan dan "apa-apa atau hal-hal apa yang" dilarang. Bukan perintah atau larangan itu sendiri. Sementara itu, kata "larangan" itu sendiri sebenarnya juga merupakan "perintah", yaitu perintah untuk tidak melaksanakan/melakukan.

Sebagai contoh, pada lingkungan TNI para petingginya punya kebiasaan membuat "Perintah Harian. . . ."  (didalamnya sudah termasuk larangan).

Takwa merupakan hubungan antara mahluk dengan sang Khalik, hubungan perhambaan (tidak diciptakan jin manusia kecuali untuk bersujud). Orang harus mencari jalan yang lurus, yaitu yang diridhoi (diberi nikmat). Buka jalan orang-orang yang dimurkai, dan jalan orang-orang yang sesat (Al Hatihah, ayat 6-7).

Kalimat berikutnya: Ikutilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan akan menghapuskan keburukan sebelumnya; merupakan usaha untuk mawas diri dan selalu sadar akan potensi salah. Itu sebabnya tiap orang perlu selalu membuka diri untuk berubah ke arah kebaikan (menjadi lebih baik dari hari ke hari).

Kalimat tersebut merupakan cara berkomunikasi kepada diri sendiri. Takwa menghubungkan sisi manusia di hadapan Tuhan; sedangkan mawas diri merupakan cara berkomunikasi kepada diri sendiri.

Selanjutnya, kalimat "dan pergaulilah manusia dengan pergaulan yang baik", merupakan cara berkomunikasi dengan lingkungan manusia (lebih luas kepada lingkungan dan alam sekitar). Kehidupan berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat merupakan salah satu sisi kehidupan yang harus dijaga harmoni dan kenyamanan keberlangsungannya.

*

Pulang ke rumah saya berjalan pelan. Hari masih pagi, udara segar, dingin. Geliat kehidupan mulai terasa. Alhamdulillah dua santapan sekaligus sudah saya nikmati pagi ini. Kenyang secara jasmani terasa sekali, tetapi belum tentu kenyang secara rohani (karena keterbatasan pamahaman yang  saya miliki).

Nah, itu saja. Mari nikmati santapan pagi. Mudah-mudahan kita selalu diberi kesempatan untuk menyeimbangkan antara santapan jasmani dengan santapan rohani, antara makan-minum untuk badan dengan makan-minum untuk akal (pikiran, ingatan), hati serta perasaan kita? Wallahu a'lam. ***

Sekemirung, 13 September 2020 / 25 Muharram 1442

Simak juga  menarik sebelumnya
puisi-kutulisi-dinding-batu
rehat-menulis-untuk-mensyukuri-sakit
hkeikhlasan-kompol-sukiyono-wakafkan-tanah-1-5-hektar-dan-santri-pensiunan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun