Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Rehat Menulis untuk Mensyukuri Sakit

9 September 2020   14:44 Diperbarui: 9 September 2020   14:46 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
laptop dan secangkir kopi - www.freepik.com

Biarkan dulu saya merenungan hakikat sakit. Dalam bahasa agama, sakit itu tanda Tuhan sayang kita. Oleh karena itu jangan salah terima atas kondisi yang kita alami jika diberi sakit. Saat sakit kepala baru ingat kita punya kepala. Bila sakit dada baru ingat kita punya dada, dan seterusnya. Kata "punya" di situ pada hakikatnya ya titipan Allah. Sewaktu-waktu diambil si empunya dan harus dikembalikan. Karenanya harus ikhlas dan legowo. Sakit menjadi sarananya. 

"Tapi kemarin-kemarin bapak selalu pakai masker 'kan, Pak? Tidak lupa jaga jarak dan cuci tangan?" tanya anak saya dengan nada curiga.

Nah, urusan sakit saat ini memang dapat melebar ke soal yang gawat darurat, gawat keliwat-lihat, akibat korona. Itu nama virus yang setengah tahun terakhir ini menjadi viral, trending, dan top news. Tidak ada sesuatu peristiwa pun yang tidak dikait dan hubungkan dengan korona.

Jumlah yang sakit banyak, dan terus bertambah tiap hari. Jumlah yang meninggal dunia pun sangat banyak. Sebaliknya yang sembuh tak sedikit. Antara cemas dan harapan silih-berganti, selang-seling, bertukar-tukar tempat.

Agak lama saya berpikir untuk menjawab pertanyaan anak saya itu. Tidak mudah. Seperti banyak diberitakan media, terlalu banyak yang merasa diri tidak mungkin tertular. Hingga hidup serampangan. Protokol kesehatan dilanggar, abai, dan setengah mencibir. Setelah tertular baru menyalahkan kanan-kiri, cari-cari kambing hitam. Bahkan yang sudah tertular dan dinyatakan positif Covid-19 pun banyak yang menyepelekannya, sampai kemudian ajal menjemput.

*

Kembali ke urusan mati, memang tidak harus melalui sakit (fisik maupun mental, yang terlihat maupun tidak terlihat). Kalau sudah waktunya (tampak) ada atau tiada sebab malaikat Iszrail (penyabut nyawa) melakukan tugasnya tanpa pernah gagal. Jadi yang penting bersiap-siap saja. Jangan terlalu percaya diri bahwa korona tidak akan menulari kita. Di media disebutkan, kini berambah klaster-klaster baru, yaitu klaster keluarga.

Alhamdulillah, setelah Subuhan tadi sakit yang saya rasakan berangsur hilang. Jadi buru-buru saya menulis agar kesembuhan saya paripurna. Ya, sebab ukuran sehat atau sakit saya memang diukur dari menulis-tidaknya. Selebihnya tidak ada. Begitulah keseharian saya sebagai pensiunan. Wallahu a'lam bish-shawab. ***

Sekemirung, 9 September 2020

Simak juga tulisan menarik sebelumnya:
keikhlasan-kompol-sukiyono-wakafkan-tanah-1-5-hektar-dan-santri-pensiunan
pilkada-serentak-2020-dan-ancaman-covid-19
andai-prada-m-ilham-suka-humor-seperti-ilham-dalam-sitkom-bocah-ngapak
dugaan-gratifikasi-dan-pencucian-uang-bunuh-diri-dan-pedoman-pemberitaan-bunuh-diri
100-dokter-meninggal-akibat-covid-19-hari-ini-total-7-343-orang-meninggal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun