Ringkasan cerita lalu: Rusmala mengaku kepada emaknya bahwa ia bengkak. Mak Nangsih bingung dan menduga-duga dengan siapa anak gadisnya itu hamil. Dugaan tertuju pada Kang Sabrut, seorang tukang pijat yang sesekali menjadi tukang ojek. Kekhawatiran memuncak ketika tahu malam itu Rusmala pergi berdua ke kota dengan Kang Sabrut. ( Selengkapnya )
*
Pagi-pagi sepulang dari masjid, Mak Nangsih mendapati Rusmala dan Kang Sabrut sudah ada di teras rumahnya.
"Aman, Mak. Tidak perlu khawatir. . . . .!" ucap Rusmala ringan, mendahului. Tanpa beban, dan tanpa rasa bersalah.
"Kamu batal dilarikan lelaki bejat itu? Takut dikejar-kejar polisi, ya?" sahut Mak Nangsih dengan seketika darah tingginya memuncak.
Kang Sabrut hanya tertunduk. Tidak berkata sepatah pun. Tapi lama-lama tidak enak juga hatinya. Sebab terasa ada tuduhan dan fitnah dalam nada suara Mak Nangsih . Maka cepat-cepat ia membela diri.
"Jangan salah sangka, Mak. Saya hanya tukang urut, dan sekaligus tukang ojek. Kalau tidak ada yang minta diurut maka saya jadi tukang ojek. Dan malam ini anak emak minta saya mengantarkannya ke kota, ke unit gawat darurat. . . . . . !"
"Kamu bisa saja berdalih seribu alasan. Padahal ada niat buruk dalam hatimu. Aku merasakannya!" potong Mak Nangsih dengan ketus. "Bukankah kamu yang membuat perut Rusmala bengkak? Ngaku saja. Kamu 'kan?"
Rusmala buru-buru memeluk tubuh emaknya dan mengajaknya masuk ke dalam rumah.
"Mari, Mak, kita masuk rumah. Bicara baik-baik. Malu sama tetangga.. . . !"
"Malu? Untuk apa malu?"