Rusmala tercengang. Seketika suara tawanya terhenti. Wajah pucat. Dan tak sepatah kata pun terucap.
Tentu saja tambah curiga saja Mak Nangsih dibuatnya. Keduanya duduk di bangku kayu sambil berpelukan. Rusmala mendadak memperlihatkan raut wajah sedih, murung, bingung, dan linglung. Ada isak tertahan-tahan.
Bertambah-tambah besarlah rasa curiga Mak Nangsih. Dan pertanyaan terbesar yang harus segera dilontarkannya, yaitu mengenai siapa pelakunya.
"Katakan, Rus, siapa pelakunya. Pacarmu? Teman, tetangga, atau siapa?" geram Mak Nangsih.
Bukannya menjawab, Rusmala justru makin keras tangisnya. Bukanya menjawab tanya emaknya, ia justru biara soal lain. "Aku akan ke rumah Kang  Sabrut, Mak. Aku mau minta diurut. . . . "
"Aborsi. . . ? Jadi, Kang Sabrut pelakunya? Ia yang harus bertanggung jawab atas kondisimu sehingga menjadi bengkak? Rus? Ayo, jujurlah. Katakan sesuatu, Nak. . Â .!"
Gadis hitam semampai itu sudah beranjak, dan melangkah lebar-lebar meninggalkan rumah. Hari menjelang tengah malam. Gelap di luar. Lampu penerangan jalan tak cukup terang untuk menandai ke mana larinya Rusmala. Mak Nangsih coba mengejar, tapi ia segera berhitung. Ia memilih kembali ke rumah disertai tangis sesenggukan begitu sedihnya.
*
Sebenarnya Mak Nangsih bukan orang penakut. Sejak bercerai dengan suami, yang juga ayah Rusmala, ia menjadi seorang ibu tunggal yang tak takut dengan apapun. Pekerjaannya sebagai pedagang keliling mengajarinya hal penting, bahwa takut itu setengah dari kekalahanan. Dalam hal apapun. Tetapi tentu saja tidak takut setelah cermat berhitung, teliti mengkalkulasi, dan kritis menghadapi beberapa kemungkinan terburuk.
Maka malam itu bersama dengan beberapa aparat desa, Mak Nangsih menggerebek rumah Kang Sabrut. Meski dilakukan dengan tanpa ramai-ramai, toh para tetangga rumah Kang Sabrut membaui keadaan yang lumayan gawat.
Tetapi mereka kecewa. Sebab Kang Sabrut tidak ada di rumah. Ada seorang tetangga yang memberanikan diri memberitahu bahwa lelaki yang mereka cari pergi ke kota. Menggunakan motor matik miliknya. Seorang warga lain memberi tambahan keterangan, ia melihat ada seorang perempuan yang membonceng Kang Sabrut.