Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pagi Cerah, Salat Sunah Idul Adha Berjamaah, dan Nikmatnya Gule Ayam Berkuah

31 Juli 2020   09:56 Diperbarui: 31 Juli 2020   09:51 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salat berjamaah - tribunasia.com

Tatkala niat dari mimpi tiga kali berturut-turut itu dengan hati-hati disampaikan kepada Ismail ternyata putera tunggalnya pun tidak berkeberatan sama sekali. Itulah awalnya perayaan Idul Adha.

Kedua, meneladani besarnya semangat berkurban untuk semua hal kebaikan. Semangat berbagi dan berempati atas penderitaan orang lain tercermin dari sikap kita dalam berkurban, menyembelih hewan kurban lalu membagi-bagikan kepada fikir-miskin, orang-orang tidak mampu serta orang-orang yang sedang dalam kesulitan.

Ketiga, semangat untuk berlomba-lomba melakukan amal-ibadah dan kebaikan. Memberi contoh melakukan kebaikan untuk diikuti orang lain, anak-cucu, sanak-saudara dan tetangga tanpa disertai raya pamer dan mendapat pujian dari manusia.

Tiga hal di atas penting dan tak terpisahkan satu dengan lainnya. Kebaikan sebanyak apapun dilakukan tanpa keikhlasan tidak akan bernilai dihadapan Allah.

*

Selesai salat sunah dua rekat berjamaah Idul Adha tidak ada salam-salaman. Hanya melipat sajadah, saling senyum dan menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada sebagai tanda silaturahmi. Selebihnya berjalan menuruni tangga kembali, tanpa bersentuhan dan tetap menjaga jarak, untuk pulang ke rumah masing-masing.

Sementara itu sinar matahari hari pagi menyinari hangat di punggung. Udara segar, hari cerah, hangat, bagus untuk membangkitkan semangat pagi.

Khusus untuk para petugas penyembelihan maupun mencacahan daging untuk dibagi-bagikan disediakan sarapan oleh panitia. Seperti biasa ketupat, opor, sambel goeng kentang, kereupuk, sambal, dan buah-buahan.

Saya bukan termasuk panitia, dan harus bergegas pulang. Rupanya isteri dam seorang tetangga yang tadi berangkat bersama-sama sudah mendahului pulang.

Di rumah rupanya isteri buru-buru memanaskan gule ayam. Ketupat diganti dengan lontong besek yang dibeli dari tukang kupat-tahu. Harganya Rp 35 ribu per besek. Hitung-hitungannya lebih hemat daripada membuat ketupat sendiri. Isteri bilang, bila bikin ketupat boros gas dan repot (lama menungguinya).

Tak perlu waktu lama segera terhidang untuk saya satu piring lontong dengan gulai ayam melimpah kuah, ditambah dengan sambel goreng kentang dan ati-ampela serta kering tempe. Rupanya ada yang ketinggalan, yaitu kerupuk dan sambal. Tetapi tidak mengapalah. Setelah dua hari berpuasa Arofah kini pagi-pagi sudah kenyang dengan hidangan yang lezat, mantap, dan sehat. Nikmat mana lagi yang hendak kau dustakan? Alhamdulillah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun