Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kematian Yodi Prabowo, Teka-teki, dan Dugaan Kuat Bunuh Diri

30 Juli 2020   15:56 Diperbarui: 30 Juli 2020   15:56 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sayangnya, pihak keluarga Yodi tidak percaya kesimpulan Polisi. Dugaan stres yang dilontarkan Polisi dibantah pihak keluarga. Sementara itu berbagai keterangan awal Polisi, diantaranya yang menyebutkan korban dibunuh di tempat lain, memunculkan berbagai tanggapan adanya kejanggalan dari kesimpulan Polisi. 

Pihak keluarga beranggapan, dengan kesimpulan Polisi itu maka si pembunuh dapat bernafas lega. Sebab dengan begitu kasusnya ditutup. Si pembunuh tak akan terlacak.

Namun, jika betul Yodi Prabowo memang melakukan bunuh diri maka alangkah rumit dan teliti ia mempersiapkan tindakan nekat itu. Dan satu pertanyaan muncul: untuk membuktikan apa kiranya Yodi harus memungkasi nyawanya sendiri?

Jalan Pintas

Sebagaimana berita mengenai kriminal, maka liputan mengenai peristiwa pembunuhan maupun bunuh diri harus disampaikan secara sangat hati-hati. Jika salah-kurang-tidak lengkap mengurai maka seolah-olah memberi pembenaran atas apa yang dilakukan pelaku, atau sebaliknya pembenaran kepada korban. Padahal sementara itu motif dan latar-belakang sebenarnya tidak terlalu gamblang terungkap.

Dalam peristiwa tewasnya Yodi Prabowo tersebut bila benar memang sebuah kasus bunuh diri maka tidak perlu diberitakan lagi. Pemberitaan lanjutan (kalau memang sangat perlu) harus disertai dengan keterangan pihak-pihak yang sangat berkompeten untuk mencegah tindakan serupa. Sebab di luar sana alangkah banyak orang yang punya problema berat tak terpecahkan, yang hanya jalan pintas pula yang dapat menyelesaikan persoalan itu.

Psikolog, pendidik, tokoh agama, dan para orangtua yang harus dimintai pendapat dan komentar yang sifatnya meredakan, meneduhkan, dan menyabarkan orang-orang (khususnya generasi muda) yang punya kecenderungan untuk melakukan hal yang sama.

Usul, Hikmah

Akhirnya, sekadar usul kepada media (bila tak keberatan), sebaiknya pemberitaan mengenai peristiwa bunuh diri mulai dikurangi, bahkan dihapuskan.  Setidaknya dibuat angle (sudut pandang) yang berbeda dalam pemberitaannya, tidak semata melaporkan, tetapi lebih pada menyadarkan kepada orang-orang lain yang punya persoalan tak terpecahkan dan punya niat terpendam untuk mengakhiri hidup sendiri. Tidak justru memberi pembenaran (alasan sederhana karena dililit utang, penyakit yang diderita, ditinggal pasangan hidup, sdihantui rasa bersalah, dsb.) atas keputusan salah itu.

Nah, itu saja. Apapun yang terjadi sudah kehendak Allah. Mengutip ungkapan seorang ulama, tidak benar anggapan umum bahwa orang bunh diri itu mati sebelum waktunya.

Hikmah di balik itu, setiap orang menginginkan akhir hayat dalam keadaan husnul khatimah. Itu bukan berarti menghindari dari memilikipersoalan hidup, melainkan harus lebih sabar, ikhlas, dan (setelah berusaha keras memecahkannya) mengembalikan semua urusan kepada Allah. Tidak dengan cara lain, apalagi melalui jalan pintas. Wallahu a'lam. ***  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun