Banyak orang tidak menyangka Mas Jabrot tersungkur miskin. Aneh, dan tidak masuk akal. Karena kekayaan lelaki jelang 60 tahun itu banyak sekali. Saudara, tetangga, teman, dan siapapun yang kenal ia dan keluarganya mengakui hal itu.
Bu Muji termasuk yang sangat yakin kekayaan Mas Jabrot tidak habis untuk tujuh turunan. Ibu muda yang membuka warung aneka keperluan sehari-hari itu termasuk pengagum Pak Jabrot. Dulu ia menganggur, sementara gaji suami kecil. Beruntung lelaki kaya itu mau memberi modal usaha. Beberapa tahun ia melunasi cicilan, dan usahanya makin besar.
 Sebuah mobil berhenti. Sopirnya turun.
"Rumah, Pak Jabrot?" tanya sopir mobil bak terbuka pengantar barang sambil menyerahkan uang dua puluh ribuah. "Gudang Kopra sebungkus."
"Terus saja, Mas. . . . !" jawab Bu Muji sambil menunjuk ke ujung jalan. dan menyerahkan sebungkus rokok yang dibeli. "Dua kilo lagi. Rumah paling gede. Banyak mobil, dan ada beberapa truk di sana. Ia pedagang paling sukses di desa kami. . . . "
"Terima kasih. Dengar-dengar ia punya pesugihan ya, Bu?"
"Banyak orang yang curiga begitu. Itu omongan orang sirik, dan kalah dalam persaingan usaha. Kalau di mata saya sih Pak Jabrot seorang pekerja keras, gesit, dan banyak akal. Jadi, kaya raya pun memang wajar. . . . !"
Lelaki itu mengangguk dengan tersenyum. Menyulut sebatang rokok, dan kembali duduk di belakang kemudi mobil bak terbukanya. Lalu mobil itu melaju ke tujuan. Â Â Â
Banyak cerita miring soal Pak Jabrot. Tetapi tidak ada tetangga yang melihat hal buruknya. Mereka bahkan sangat terbantu. Karena lelaki itu telah membuka lapangan kerja banyak orang sekeliling.
Menurut Bu Muji, Pak Jabrot menjadi kaya karena hidupnya tidak boros. Bahkan kadang tampak terlalu pelit. Keluar sedikit saja dihitung njlimet, alias teliti sekali. Membeli sesuatu dengan penuh perhitungan. Dan yang jelas tidak mau rugi. Maka apapun yang diusahakannya menjadi keuntungan. Pergerakannya ke kota-kota lain berarti jual-beli. Bahkan sekadar makanan pun ia akan jual kembali kalau ada yang berminat dan ia mendapat untung. Itu mengapa ia tak malu menyopiri truk.
Orang sedesa Kawungan tidak ada yang mampu menyaingi. Tanah luas, rumah banyak, ternak, dan juga usahanya bermacam-macam. Sanak-saudara dan para tetangga dipekerjakan dengan baik. Dan luar biasanya, ia dikenal sangat dermawan. Pelit dalam urusan jual-beli, tapi dermawan manakala mendengar, melihat dan mengetahui ada orang kesusahan. Ia cekatan membantu. Bantuannya pun tidak sepengetahuan orang lain. Tidak untuk pamer, dan tidak untuk mempermalukan.