*
Ihwal apa kiranya hingga Kadirun diembel-embeli sebutan "angkat bicara". Lihat saja obrolan dan gunjingan mengenai hal-hal mutakhir yang nyangkut di kepalanya. Semua yang diangkat sebagai pembicaraan itu terjadi kala Kadirun dengan gagah dan wangi menyambangi warung Mbak Murwo. Tentu itu setelah menonton berita di televisi, membaca viral di medsos, dan sesekali setelah membaca koran lokal.
Suatu hari seorang perempuan pegawai toko memancing Kadirun. "Apa tanggapanmu, Kang, soal demo mahasiswa yang menentang sejumlah undang-undang?"
"Bagus. Sangat bagus. Mereka sedang praktek lapangan. Mungkin mereka terpengaruh viral kisah serem KKN di Desa Penari. Jadi anggaplah demo sebagai kegiatan KKN. Bukan di desa Penari, melainkan di kota Penyanyi. . . . !"
"Siapa yang menyanyi? Mahluk halus di kotakah?"
"Bukan. Kukira, para politikus itu. Mereka siang malam menyanyi, berteriak-teriak sumbang, berdeklamasi, dan juga berorasi untuk menyalahkan apa saja, kecuali diri mereka sendiri. Tujuan pokoknya bikin gempar, bikin gegar. Semakin kencang teriakan maka mereka kira orang-orang akan menganggap si pemilik suara seperkasa Tarzan di rimba raya. . . . !"
Di warung lotek Mak Murwo giliran Mas Bejo berkomentar mengenai kata "setingan". Di situ ada Kadirun yang tak pernah melewatkan satu kesempatan pun untuk menanggapi isu kekinian.
"Dulu hanya para artis yang kerap dicap setingan. Sekarang bahkan public figure jadi sasaran.. . . . .!"
"Setingan apa, Mas Bejo? Kok kayaknya gawat amat. . . Â . !" sambut Mbak Murwo ketika sedang asyik dengan cobek dan sayur-mayur dan bumbu-bumbu untuk membuat lotek dengan tingkat kepedasan level 10. Itu tentu pesanan khusus untuk Kadirun Pun Angkat Bicara.
"Ya itulah. Bukan soal artis nikah kawin-cerai, atau selebritis terkena narkoba, dan bintang sinetron ribut urusan arisan -- utang piutang dan pamer kekayaan. Nggak ada lain. Padahal ada juga yang setingan. . . . . !" ucap Mas Bejo diakhiri dengan menyeruput es cendolnya. "Tapi belakangan soal tusukan di perut pejabat kok dibilang setingan. Aneh.. . . . Â !"
"Benci boleh, tapi jangan menfitnah ya?" tambah Mbak Murwo sambil membawa sepiring lotek untuk Mas Bejo.