Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Percakapan Mardimun - Kepala Dusun, dan Tuan Jabrik - Ketua RT

4 Mei 2020   00:23 Diperbarui: 4 Mei 2020   00:20 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Man Must Have His Mask by Lalo D'art - fineartamerica.com

"Cerai bagaimana ini, Bu? Sabar, sabar. . .  Bukankah kamu sendiri sudah janji. Bila aku kaya boleh punya isteri berapa saja. Ingat itu? Kamu sendiri yang bilang. . . . !" kilah Tuan Jabrik dengan suara halus coba mengendurkan tensi tinggi pekikan isterinya.

"Janji? Janji apa? Mimpi kamu saja itu. Mana ada isteri yang mau dimadu?"

":Ada pasti. . . .!"

"Isteri yang sudah meninggal dunia?"

"Masih hidup. Kamu bercanda. Dasar badut. Busuk. Kunyuk. Di kepalamu hanya ada Nona Salmon. Enyah kamu. . . . . !" ucap isteri Tuan Jabrik disertai tangis yang keras meraung-raung.

Para tetangga kaget, tergopoh berkumpul dan kebingungan. Tidak ada hujan tanpa angin tiba-tiba pertengkaran hebat itu terjadi. Mereka ingin melerai, tapi takut. Jangan-jangan ada diantara keduanya sudah membawa senjata tajam. Celaka bila seperti itu, niat baik bisa berakhir buruk

Tapi tak urung Pak RT yang datang tergopoh-gopoh untuk melerai. Warga khawatir terjadi kekerasan dalam rumah tangga.

"Sabar Pak. . . . ., sabar Bu. Jangan seperti itu. Jangan ada kekerasan diantara suami-isteri. Tetangga juga nanti yang repot. Ayo damai, damai saja. Ada masalah bisa dibicarakan, ada kebuntuan dapat dipecahkan. Saya selaku RT bersedia menjadi mediator. Kami prihatin, tapi. . . . . .  !" ucap Pak RT setelah berhasil merangsek ke halaman, lalu menerobos ke ruang tamu suami-isteri ang bertengkar hebat itu.

Tetapi seketika ia tak mampu meneruskan kata-katanya sendiri. Lungai, lemas, tak berdaya.

Suami-isteri itu sedang duduk manis di ruang tamu. Saling berhadapan, dan tidak ada wajah maupun suasana genting layaknya awal sebuah peperangan hebat. Keduanya memegang kertas. Dengan ramah keduanya tersenyum, dan mempersilakan Pak RT untuk ikut duduk.

Kopi panas dan camilan sudah tersuguh di meja. Ada juga buah-buahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun