1/
Bila tak satu puisi pun kau tulis hari ini
mengapa juga masih kau sebut diri penyair sejati
Tapi Chairil Anwar sudah lama pergi
tak mungkin kita berkawan dalam karya tinggi
Orang mematut diri untuk setampan ia berkata-kata
dalam untai puisi, dalam gerak nurani
Ancam mati muda tak membuatnya ciut
sekali waktu gelegak geraknya pantang dicabut
2/
Mengapa puisimu seolah lekat dengan nafas kematian
bahkan juga jejak 'cemara menderai sampai jauh'
Saat itu daun-daun setipis jarum serupa gerimis
menusuki tiap sendi dan akal, menunggu esok hari
Irama lagu serasa asing, lengang ditimang gamang
asap rokok mengepul, bibir hitam dilapis kumis
Dalam getar pena basah tinta, melintas 'Krawang-Bekasi'
Mereka bicara 'dalam hening malam sepi'
3/
Apa yang tersisa dari 27 tahun menapak jalan
terasa bagai 'unggun rimbun sajak' di rumahmu
Hari rembang petang, jalan berliku terasa jauh
pergolakan dan pergerakan menumbuh kebangsaan
Berapalah harga seuntai puisi, dalam kenang
tiga buku ditinggalkan, 70 judul puisi dari 96 karya
Cukup untuk menjadi tonggak, awal kelahiran
monuman puisi bagian kehidupan, bahkan kerayaan.
4/
Bila tak satu puisi pun kau tulis hari ini
mengapa juga masih kau sebut diri penyair sejati
Tapi Chairil Anwar sudah lama pergi
hari berganti, tapi cintanya pada larik puisi abadi. ***
Sekemirung, 28 - 29 April 2020
Mengenai hari lahir Chairil Anwar, sebagai Hari Puisi Nasional 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H