Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Corona Menjadikan Hidup Rasa Terpenjara

16 April 2020   22:40 Diperbarui: 16 April 2020   22:33 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
stop penyebaran virus corona (Ilustrasi via KOMPAS.com)

Tidak ada orang yang mau dipenjara, tapi lelakon hidup kadang tak terduga. Penjara menjadi sisi lain kehidupan orang-orang bebas. Penjara yang berarti belenggu kebebasan, borgol, terali besi, dan ruang sempit dingin-sunyi yang diisi banyak orang.

Penjara, bukan hanya untuk para kriminal -dengan aneka modus kejahatannya- tetapi juga orang-orang yang tidak sengaja, terbawa arus, kurang perhitungan, ugal-ugalan, dan para pelanggar hukum lainnya.

Tapi kali ini tidak. Bukan itu penyebab orang-orang terpenjara kali ini.

Ketika para tahanan/narapidana -yang telah menjalani 2/3 masa hukuman- dibebaskan. Tatkala upaya mencegah penyebaran pandemi Covid-19 jadi alasan mereka bebas lebih cepat dari seharusnya. Banyak orang lain justru sukarela menggantikan tempat mereka. Ada yang karena bikin hoaks, melanggar aturan PSBB, ada yang berlaku kriminal (mencuri, membekal, merampok, menipu, menghina, dan seterusnya), dan lainnya.

Namun, yang terbanyak dengan kesadaran sendiri. Mereka melakukan isolasi dan karantina mandiri. Dengan terus menjaga kesehatan sambil mengusir rasa bosan, tidak nyaman, dan perasaan terbelenggu. Terasa betul serupa orang terpenjara.  

*

Aneka rasa dan pikir seperti itu yang ada dalam keseharian saya. Mungkin dalam hal ini kita semua punya satu persamaan.

Tiga minggu sudah saya dan isteri berada di rumah. Sebagai pensiunan sebenarnya tidak terlalu bermasalah mendekam di rumah, tidak pergi ke mana-mana. Ke restoran, mall, bioskop, toko buku, atau lainnya, tidak lagi sebagai kebutuhan. Pola kehidupan sudah berubah. Banyak hal menjadi alasan. Jadi sudah terbiasa dengan rutinitas di dalam dan di seputar rumah saja.

Selepas acara perpisahan dengan atasan dan rekan kerja, tepat tanggal 1 bulan baru, yaitu 1 November 2013, saya pensiun. Aktivitas rutin setelah itu tiga hari sekali antar isteri ke kios sayuran, awal bulan ke bank pensiunan, tengah bulan bayar tagihan listrik dan telepon. Selebihnya rutinitas ke masjid 5 kali sehari, nonton siaran tv sebentar, berolahraga kapan punya kemauan, dan duduk di depan laptop berlama-lama. Pertama, untuk mencari bahan tulisan, kemudian menulis. Sehari satu tulisan cukuplah. Dua hingga tiga jam memadai kegiatan itu.

Nah, sekarang akivitas di rumah harus ditambah. Sebab kegiatan ke luar rumah harus dikuangi. Tinggal 3 kegiatan di luar rumah, yaitu ke bank pensiunan, beli sayuran seminggu sekali, dan bayar tagihan listrik. Selebihnya tidak ke mana-mana. Tidak ada yang perlu dirisaukan. Demikian pun agak was-was juga bilamana gaji ke-13 dan THR dihapuskan.

Nyatanya tidak. Pensiunan tetap mendapatkan THR dan gaji ke-13. Alhamdulillah. Walau di rumah saja, pengeluaran tak dapat direm terlalu kuat.

*

Ah ya, tetapi kalau dipikir mendalam apalah artinya pengorbanan seorang pensiunan. Sudah ikhlas kalau THR dan gaji ke 13 ditiadakan. Malu kalau harus dibandingkan dengan pengabdian para pahlawan di garda terdepan menghadapi Covid-19. Mereka, para dokter, perawat, dan tenaga lain yang terkait dengan penanganan kesehatan para pasien terpapar Corona.

Banyak diantara mereka menjadi korban. Info mutakhir malah ada seorang perawat terpapar Covid-19 yang ditolak warga Ungaran saat jenazahnya akan dimakamnya. Di Banyumas kejadian serupa terjadi. Miris, prihatin, dan menyedihkan sekali.

Apapun alasan dan logika para penolak, agaknya mereka telah kehilangan nurani dan tak mau sedikit saja menunjukkan empati. Entah petunjuk keagamaan mana yang mereka gunakan untuk pemikiran dan sikap angkuh demikian.

*

Covid-19 selain membuka tabir penutup wajah kita masing-masing akan kecintaan pada negeri ini dalam segala bentuknya. Bahkan juga menyingkap jati diri kita sebenarnya sebagai umat beragama.

Saya mengapresiasi banyaknya warga bangsa yang terketuk hati mereka untuk menggalang donasi. Salah satunya Nikita Mirzani saat merayakan ultahnya. Lalu para pejabat negara dan pemerintahan yang merelakan gajinya. Juga para selebritas dan tentu para pengusaha.

Belakangan ada konser musik di rumah oleh legenda campursari dan idola Sobat Ambyar, yaitu Didi Kempot. Banyak lagi pribadi dan kelembagaan lain yang bahu-membahu menolong memenuhi kebutuhan alat pelindung diri untuk para dokter dan tenaga medis lain.

Malah ada kepala desa di Wonosobo, yaitu Kades Talunombo, mewakafkan tanahnya yang cukup luas untuk pemakaman pasien Covid-19 yang meninggal dunia. Ditambah  jaminan warganya tidak akan menolak penguburan itu.  

*

Saya merasakan, berdiam diri di rumah tidak harus diartikan sebagai terpenjara. Sekali lagi, tidak ada seorang pun yang ingin betul-betul dipenjara sebagai kriminal. Membayangkannya pun sudah tidak nyaman.

Penjara kita bukan di ruang sempit. Tetapi masih cukup memadai, sebab semua kebutuhan sehari-hari relatif tersedia. Jelang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) aneka bahan makanan, bumbu dapur, dan keperluan dapur lainnya harus dipersiapkan Selain itu harus ada stok gas, sabun-pasta gigi-diterjen, dan berbagai keperluan lain.

Bagi kita yang tidak mampu, tunggu saja baksos dari Pemerintah. Mungkin ada juga bantuan dan donasi dari masyarakat sekeliling.

*

Demikianlah apa yang saya rasa dan pikirkan hari ini. Meski sekadar tinggal di rumah jangan sangka peran warga kecil. Biaya besar Pemerintah, kerugian besar dunia usaha, dan pengorbanan warga masyarakat akan sia-sia bila warga membandel.

Oleh karena itu betapapun terasa dipenjara, sikap bertahan dalam segenap kekurangan-kesulitan maupun ketidaknyamanan tak boleh kendur. Harapan kita, badai Covid-19 segera berlalu.

Semoga Allah Subhanahu Wa'Taala mengabulkan permintaan kita semua. Aamiin Ya Robbal Alamin. ***

Sekemirung, 16 April 2020

Gambar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun