Jumatan hari ini saya absen lagi. Mangkir, alias tidak hadir. Ini absen ketiga. Dua minggu sebelumnya sebenarnya masih ada beberapa masjid yang buka untuk melakukan salat Jumat berjamaah. Saya berencana, nanti saja pada minggu ketiga.Tetapi hari ini semua tutup.
Masjid Azam di Sekemirung minggu lalu masih ada kegiatan Jumatan. Bahkan salat wajib berjamaah 5 kali sehari masih terlaksana. Tetapi kemarin sore Polisi datang dan memberi pengertian kepada pengurus masjid agar sementara waktu menutup kegiatan masjid.
Maka hari ini saya absen Jumatan untuk yang ketiga kalinya.
Ini sesuatu yang aneh. Bahkan seumur hidup baru ini sampai sebegitunya. Biasanya satu kali saja meninggalkan salat Jumat karena masih dalam perjalanan (kereta api, atau pesawat terbang). Kalau dalam perjalanan menggunakan mobil sendiri dapat direncanakan berhenti di masjid mana setengah jam sebelum Khotib naik mimbar.
Kali ini tidak ada pilihan lain. Virus Corona punya ulah, orang yang menderita Covid-19 terus bertambah. Ketentuan "physical distancing, social distancing, work from home, dan stay at home" makin diperketat.
Gema suara pengajian menjelang salat Jumat tidak ada. Yang azan Zuhur pun hanya ada pada satu-dua masjid. Yang lain tidak terdengar. Beberapa orang yang bergegas menuju masjid dengan mengenakan sarung dan peci serta mengalungkan sajadah di leher harus pulang kembali, masjid tidak mengadakan salat JUmat.
*
Kalau ditanya bagaimana rasanya tiga kali tidak Jumatan? Jawabnya, was-was dan menyerahkan kepada MUI serta pihak-pihak terkait dengan upaya memutus mata rantai penyebaran virus Corona.
Inilah satu bukti lagi, bahwa beragama itu fleksibel. Dalam kondisi tertentu yang sangat mendesak dapat dilakukan hal lain sebagai pengganti. Kalau ada yang menyebut salat Jumat di rumah, maka pernyataan itu tidak benar. Sebab syarat sahnya salat Jumat tidak mungkin tercapai hanya dengan di rumah.
Selain syarat jumlah jamaah, harus pula ada khotbah. Yang benar, mengganti salat Jumat dengan salat Zuhur (ejaan Arab: Shalat Zhuhur, salat wajib yang dilakukan di luar hari Jumat).
Sedangkan mangkir dari 5 kali salat wajib di masjid saja rasanya sudah beda. Rasa terhadap waktu dan suara azan, rasa terhadap kesiapan serta kadang ketergesaan menuju masjid, rasa kebersamaan bertema dengan jamaah lain, rasa berjalan kaki dari rumah ke masjid, serta rasa menghirup udara bersih pada subuh hari.