"Aku menyuruhnya bersembunyi di dalam perutku!"
"Dan ia mau?" desak burung kakaktua tidak tahu kalau ditipu.
"Aku tidak memaksanya. Ia sangat ketakutan, dan tidak tahu lagi harus bersembunyi di mana. Maka kubuka mulutku lebar-lebar. Ia masuk sendiri dengan senang hati. . . . Â .!" ujar Pipi si anak piton. Dalam hati sebenarnya ia ingin segera melarikan diri. Lalu bersembunyi di lubang yang dalam. Sebab ia mendengar auman harimau di kejauhan, makin lama makin dekat. Karena rasa takut, sekujur tubuhnya gemetaran seperti orang sakit malaria.
"Kamu sedang sakit, Pipi. Tubuhmu menggigil. Apa yang dapat kami lakukan untuk membantumu mengurangi rasa sakit?" tanya burung kakak tua.
Pipi berpikir sejenak. Ia ingin menyembunyikan diri agar tidak dikenali oleh harimau.
"Kumpulkan daun-daunan yang banyak untuk menimbun tubuhku. Aku kedinginan. Mungkin saja si anak kambung sudah merasa aman dan minta keluar dari perutku. . . . . !' ujar Pipi seraya bergeser dan melingkarkan ujung ekornya.
*
Sementara itu auman Pak Har harimau terdengar semakin dekat. Kelinci, ayam hutan, kucing dan burung kakak tua harus bekerja keras mengumpulkan dedaunan. Monyet membantu dengan berlarian di dahan-dahan agar daunan tua berguguran.
Pada menit-menit terakhir sebelum harimau muncul, keempat hewan yang membantu Pipi sudah melarikan diri.
Kelinci dan kucing melompat ke lubang pohon yang dalam dan panjang, dan keluar di ujung hutan. Sedangkan ayam hutan dan burung kakaktua tinggal mengepakkan sayapnya untuk mencapai dahan tertinggi.
"Hai tunggu, kawan-kawan. . . . Apa yang tadi kalian lakukan di sini!" teriak harimau dengan suara dibuat selembut mungkin. Namun tetap saja suara auman yang keluar. Dan itu sangat menakutkan hewan apa saja yang ada di dekatnya.