Berhati-hati itu mestinya jelas siapa yang dihadapi, termasuk kapan dan di mana. Tetapi khusus mengenai kewaspadaan terhadap virus Covid-19 kali ini ada yang sengaja disembunyikan: yaitu pasien yang terpapar virus Corona atau Covid-19.
Ini membuat cara berhitung menjadi lebih rumit. Boleh jadi inilah salah satu sebab masih banyak orang yang kurang, atau bahkan tidak peduli mengunjungi keramaian (dengan kemungkinan besar tertular virus Corona).
Maka usulan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) agar identitas penderita Covid-19 (termasuk suspect, negative, dan yang sudah sembuh) dibuka perlu dipertimbangkan dengan baik, dan bila memungkinkan secepatnya direalisasikan.
*
Sekali lagi transparansi itu perlu agar tiap orang berhitung dengan lebih teliti agar tidak tertular, dan tidak menularkan.
Hari-hari ini mestinya tiap orang terus menghitung. Berhitung, dimaksudkan agar kita semua penuh perhitungan. Apa yang dikatakan dan dianjurkan orang lain belum tentu kita butuhkan. Tetapi minimal dalami dulu logikanya, dan setelah itu kita berhitung sendiri.
Setelah itu mengambil sikap, apa yang harus dilakukan dan tidak dilakukan. Dan bersamaan itu bertanggungjawab aas keputusan itu. Perhitungan pertama, yaitu apa yang diberitakan media tentang sebaran dari Covid-19.
Sebaran itu tercatat secara nasional dan provinsi. Nah, untuk tingkat provinsi tentu ada data tersendiri sebaran pada kota dan kabupaten, lalu kecamatan, kelurahan/desa, hingga ke RW dan RT.
Perhitungan lain terkait dengan pergerakan manusia. Bila pada suat kawasan imbauan untuk tinggal di rumah: bekerja, belajar, dan beribadah di dalam rumah sendiri -bersama keluarga- ditaati dengan baik. Dan bersamaan dengan itu orang-orang yang keluar-masuk wilayah tersebut diminimalkan. Maka harapan penyebaran dapat segera dihentikan dapat mendekati kenyataan.
Tetapi bila sebaliknya yang terjadi, maka perhitungan tidak akan akurat. Dan tinggallah perhitungan lain digunakan, yaitu menghitung hari. Menghitung puncak penularan terjadi, dan entah bagaimana nanti keadaannya.
Waktu ketika banyak tenaga medis dan paramedic diisoladi dan dikarantina, waktu ketika jumlah pasien yang terpapar virus Corona tidak terlayani lagi di rumah sakit, waktu tidak ada lagi tenaga untuk menguburkan pasien Corona yang meninggal.
Tidak ada seorang pun dari kita berharap hal terburuk itu. Tetapi sayang, kita abai untuk berhitung. Maka yang ada memang tinggal menghitung hari.
*
Menurut juru bicara Pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto, Â hingga Sabtu (21/3/2020), jumlah total pasien positif Covid-19 hingga hari ini sebanyak 450 orang. Dalam 24 jam terdapat penambahan 81 kasus baru.
Jumlah yang meninggal dunia 38 pasien (bertambah 6 pasien dari data sebelumnya). Ada 20 pasien dinyatakan sembuh dari Covid-19.
Sementara itu, merujuk update data yang disampaikan tersebut, penyebaran penularan Covid-19 masih ada di 17 provinsi. Provinsi DKI Jakarta masih merupakan daerah dengan jumlah pasien Covid-19 terbanyak, yakni 267 pasien (59,3 persen dari data nasional). Â
Kemudian disusul oleh Jawa Barat 55 kasus pasien positif Covid-19. Banten 43 kasus Jawa Timur mencatat 26, dan Jawa Tengah 14 kasus. Warga yang tinggal pada 13 provinsi lain dapat mencermati data di wilayah masing-masing.Â
*
Masih dalam rangka berhitung tempat-tempat apa yang harus kita hindari, daerah mana yang kita hindari, terlebih juga siapa-siapa orangnya yang harus kita jauhi. Saat ini aturan social distancing kiranya sudah tidak memadai lagi. Karena kita tidak mungkin mampu bertahan (setelah melalui rentang waktu tertentu) layaknya orang yang terperangkap di dalam penjara.Â
Berkutat pada ruangan kecil (baca sangat terbatas) dengan semua aktivitas kehidupan dari bangun tidur hingga kembali tidur. Maka pengenalan lingkungan (untuk urusan yang sangat mendesak, misal ke rumah sakit dan ke makam karena ada anggota keluarga yang membutuhkannya) harus makin detail diketahui.
Maka tidak ada salahnya data pasien yang sembuh, suspect, negatif, positif, maupun meninggal dunia segera disebarluaskan sebagai salah satu unsur untuk diperhitungkan.
Sudah buka waktunya lagi menyembunyikan identitas mereka. Terbukti sudah diumumkan nama seorang menteri, nama seorang walikota, dan nama-nama pejabat publik maupun keluarga mereka yang telah tertular virus Corona.
Menurut Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), penyampaian informasi yang akurat menjadi pintu masuk awal dan sangat penting dalam upaya pencegahan agar wabah tidak meluas.
"Dalam konteks ini, identitas korban terinfeksi Corona kiranya perlu dipertimbangkan untuk dibuka kepada masyarakat agar masyarakat mengetahui interaksi atau rute perjalanan orang yang terinfeksi selama ini. Terutama korban yang memang sering berinteraksi dengan publik, seperti seorang tokoh ataupun pejabat publik," kata Ketua KPI Agung Suprio, Sabtu (21/3/2020).
Syarat pertama dan utama penyebaran identital pasien positif maupun meninggal dunia karena virus Corona yaitu Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto. Yang diumumkan hanya nama, umur, alamat, status pasien serta riwayat penyakit terkait virus Corona, tanpa data pribadi lain. Pihak lain yang tanpa hak menyebarkan data sendiri dapat terkena ancaman hukuman penjara dan denda.
Banyak manfaat dengan adanya keterbukaan itu. Pertama, munculnya kesadaran memeriksakan diri bagi seseorang yang pernah berdekatan dengan nama-nama yang diumumkan sebagai positif (termasuk sembuh, suspect, dan negative) tertular virus Corona.
Kedua, diharapkan tidak akan muncul lagi pemberitaan yang berlebihan, yang bersifat spekulasi, yang memojokkan -dan hal buruk lain- seperti yang dialami nama-nama pasien awal akibat tekanan psikologis.
Ketiga, sikap warga masyarakat akan berubah drastis dengan mengikuti segenap petunjuk yang ada agar tidak tertular dan tidak menulari, terlebih bila kenal dan tahu riwayat penyakit pasien positif maupun yang meninggal dunia.
*
Mudah-mudahan Pemerintah mempertimbangkan usulan KPI di atas. Harapannya dalam waktu dekat direalisasiakan, sehingga kewaspadaan warga masyarakat makin tinggi.
Terpapar virus Corona bukan hal yang memalukan. Bukan untuk ditutup-tutupi, demi keluarga dan orang-orang yang dikenal, demi orang banyak. Sebab jumlah orang yang terpapar pun sudah mencapai ratusan orang. Harapannya media arus utama maupun media sosial lebih hati-hati, arif, dan berempati dalam pemberitaan mengenai mereka.
Sekali lagi, mari kita rajin berhitung. Mudah-mudahan identitas penderita akibat Covid-19 segera dibuka. Sebab bila lalai dan abai, tak ada pilihan selain harus segera menghitung hari. Sembuh, atau tak tertolong lagi.
Itu saja. Terima kasih sudah membaca tulisan ini hingga tuntas. Kiranya ada yang dapat dipetik di dalamnya. Mohon maaf kurang-kurangnya. Wassalam. *** Bandung, 21 Maret 2020
Simak juga tulisan menarik yang lain:
spanduk-di-masjid-raya-bandung-diturunkan-polisi-redam-benih-konflik
hindari-covid-19-masjid-dan-mempersoalkan-salat-jumat
nikita-mirzani-menyumbang-rp-100-juta-bantu-atasi-virus-siapa-menyusul
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI