Selain itu perlu kiranya KPID memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai perbedaan tampil di panggung umum, di dalam masjid, di radio dan di layar televisi.
Penampilan  para dai di panggung umum yang sekaligus dijadikan materi siaran radio/televisi kiranya tidak perlu catatan khusus. Namun, untuk siaran khusus radio/televisi (meski menghadirkan audience pula) perlu pendekatan berbeda.
Tidak perlu lagi dengan suara keras (hingga otot-otot leher bermuncul, ada sistem audio), ekspresi wajah berlebihan (pencahayaan dan kamera memungkinkan gambar tampak dekat). Â
Sekadar catatan, dalam beragama banyak hal yang membuat orang per orang berbeda, dari mulai perbedaan mazhab yang diikuti, organisasi kemasyarakatan yang dipilih, partai politik dengan para tokohnya yang diidolakan, hingga kadar pemahaman ilmu agama yang dimiliki.Â
Anggota keluar sebuah rumah tangga saja (antara suami dengan isteri dan anak-anak) bisa berbeda pemikiran. Jangan lagi berbeda agama dan keyakinan. Mempertentangan dan membuka perbedaan di tempat umum terbukti hanya menimbulkan konflik berlarut-larut dan sulit untuk didapatkan solusi.Â
*
Itu saja. Bila maksud baik disikapi dengan berbaik sangka maka ketentuan apapun sebenarnya akan berdampak baik. Â Bila kurang arif dalam memilih dan mengelola isi dakwah, dan apalagi disampaikan oleh dai yang tidak kompeten, maka hakikat menasihat pada dakwah akan memudar nilainya.
Saat ini dai kompeten sangat banyak. Namun, pada masanya sosok Zainuddin MZ -yang didaulat media masa sebagai dai sejuta umat-menjadi salah satu contoh betapa kesejukan dalam berdakwah lebih mengenai di hati khalayak media elektronik, dan karenanya mampu menyatukan hati segenap warga bangsa. Wallahu a'lam. ***
Sekemirung, 15 Maret 2020 M / 20 Rajab 1441 H
Sumber Gambar
Tulisan menarik sebelum ini: