Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Minat Baca Hilang, Taman Bacaan Dijual

27 Februari 2020   00:15 Diperbarui: 27 Februari 2020   09:57 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
taman bacaan garuda, cimahi | pikiran-rakyat.com

Tetapi soal minat ini memang agak merisaukan, sebab kuat dugaan bahwa gadget yang dimiliki kaum milenial bisa jadi lebih banyak digunakan untuk urusan main game dan bersosial media.  Soal bacaan, baik kualitas maupun kuantitasnya, agaknya tidak membaik. Jangankan bertambah, bertahan saja rasanya sulit. 

Tuntutan zaman yang sulit ditolak bila perpustakaan dan taman bacaan ingin kembali eksis yaitu dengan meningkatkan diri dengan perpustakaan digital berbasis internet.

*

Andai ada anak -- cucu Pak Suparman atau pelanggan setia yang punya niat dan kemampuan finansial meneruskan usaha taman bacaan akan sangat ditunggu. Bersamaan denga itu ke depannya aman bacaan itu lambat-laun harus dilengkapi dengan taman bacaan digital.

Pelajar dan mahasiswa tidak mungkin meninggalkan perpustakaan. Di sana tersedia referensi yang mereka butuhkan. Mereka juga perlu taman bacaan untuk menuruti besarnya minat baca. Namun, tentu mereka lebih menyukai bacaan dengan format elektronik. Para penggiat literasi pun mestinya membutuhkan perpustakaan digital.

Bahkan para penggiat media sosial sehingga makin cerdas dan arif untuk tidak terjebak pada informasi dan referensi hoaks. Sebab hal itu bukan saja salah, tetapi juga menyesatkan.

Keuntungan yang diperoleh pengguna dalam pemanfaatan perpustakaan dan taman bacaan digital, antara lain menghemat waktu dan tempat, mempertinggi kecepatan informasi baru, mempermudah akses informasi, dan lainnya. Dengan demikian pengguna akan merasa lebih aman dan nyaman, ringan, dan menyenangkan.  (Sumber 2)

Andai saja Taman Bacaan Garuda dapat meng-up grade diri ke sana tentu lebih baik. Rasa kehilangan dan kesedihan Pak Suparman tidak perlu terjadi.

Tapi itulah perubahan, semua berubah, berganti, dan tidak lagi sama dengan yang dulu. Termasuk nasib perpustakan maupun taman bacaan. Perpustakaan dimungkinkan lebih bertahan karena dimiliki/dikelola oleh dinas/instansi yang memiliki anggaran pengelolaan memadai. Sedangkan taman bacaan harus mengais rupiah dari penyewaan yang jumlahnya makin kecil karena peminat makin berkurang.

Oleh karena itu siapa kiranya yang bersedia mengulurkan tangan untuk Pak Suparman? Jangan sampai "minat baca hilang, taman bacaan dijual" tidak mendapatkan pemecahannya. Nah, siapa yang terketuk hati untuk menyelamatkan Taman Bacaan Garuda? 

*** 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun