Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nasihat Lama "Ojo Gumunan" untuk Solusi Kesenjangan

23 Februari 2020   00:35 Diperbarui: 23 Februari 2020   00:35 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama, nafsu angkara dengan menumpuk-numpak harta -apapun jalan dan caranya- tersadarkan dengan ibadah sosial yang lebih tinggi, lebih banyak, lebih besar.

Dengan itu maka praktik keberagamaan --ritual dan sosial- makin mendalam dalam masyarakat. Karena terbukti sampai sekarang, hukum dan aturan seberat apapun tidak akan mempan pada orang-orang yang hatinya sudah terpaut pada dunia semata. Karena itu sentuhan budi pekerti dan agama harus lebih ditingkatkan.

Kedua, bila korupsi  dapat diminimalkan bahkan diberantas --dengan dukungan luas oleh masyarakat- maka berbagai proyek bantuan dan subsidi Pemerintah akan sampai kepada yang berhak. Program-program sosial lebih kaya manfaat. Dan untuk itu memotong jalur birokrasi menjadi salah satu strateginya.

Demikainpun tetap adanya kebocoran bukan tidak mungkin. Bahkan praktik dagang sapi oknum anggota dewan dan oknum Eksekutif maupun Yudikatif -khususnya yang menangani masalah anggaran- mestinya lebih dahulu diberantas tuntas sampai ke akar-akarnya.

Ketiga, seperti tuntunan agama setelah berjuang-berusaha dan bekerja keras maka harus diiringi dengan doa dan bertawakal. Allah saja yang menjadi sandaran tiap insan sebagai mahluk. Dan karena itu semuanya dikembalikan kepada Allah. Hasil akhir apapun Allah saja yang menentukan.

*

Tiap orang -dengan kapasitas dan kapabilias masing-masing- diberi tugas dan tanggungjawab untuk ikut mendukung program di atas. Siapa yang ingin mempelopori gerakan "mengentaskan diri sendiri dari kemiskinan" itu? Siapa yang sanggup menjadi pionir demi solusi kesenjangan agar tidak ada lagi keluarga miskin di negeri ini?

Itu saja sekedar usulan. Semoga bermanfaat dan tidak terlalu utopis. Jangan terlalu asyik demo-demo bela agama dan bela ulama, sambil memperlihatkan sekadar ibadah ritual, tapi abai pada keseriusan melakukan ibadah sosial. Maka "ojo gumunan".

Semoga bermanfaat, lebih-kurangnya mohon maaf. *** Sekemirung, 23 Februari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun