Kalau untuk yang "ojo kagetan" sangat aktual, yaitu pernyataan Menko PMK Muhadjir Effendy tentang imbauan agar orang kaya menikahi orang miskin.
Tampak seperti orang kurang kerjaan, asal ngomong, dan ngawur. Padahal tidak sepenuhnya seperti itu. Sekali lagi bila kita sedikit mau merenung. Ini bukan mencari pembenaran, atau sekadar bela diri.
Bukankah ada ungkapan lama: tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Tangan yang di atas memberi, dan tangan yang di bawah menengadah alias mengemis, meminta, menerima.
Dalam bahasa agama pun banyak ayat dalam kitab suci yang menganjurkan orang kaya-mampu-berkelebihan membantu si miskin. Bentuk bantuannya bermacam-macam, diantara menyembelih hewan kurban, memberikan zakat- infak-sodakah.
Ada ketentuan pula bahwa 40 tetangga, di sekeliling rumah kita, merupakan saudara yang harus diprioritaskan dalam pemberian bantuan. Jangan ada diantara tetangga yang kelaparan dan kita diam saja, padahal kita punya kelebihan makanan.
Terkait hal itu maka pernyataan Muhadjir Effendy di atas buka hal yang luar biasa mengagetkan. Bukan pula ingin mengatur soal jodoh orang per orang. Khusus untuk muslim dapat mengacu pada ketentuan bahwa menikah diperbolehkan sampai 4 isteri bila dapat berlaku adil, dan dengan persyaratan tertentu. Â
Dengan beberapa gambaran di atas maka sebenarnya mekanisme memperoleh solusi kesenjangan sudah di atur lengkap oleh aturan agama.
*
Lalu mengenai nasihat "ojo dumeh" pun tak sulit-culit mencari contohnya dalam kehidupan sehari-hari. Lihat saja orang jor-jor membangun masjid yang paling megah, paling mewah, paling modern.
Sementara mungkin warga di sekitar masjid serba berkekurangan. Apa tidak lebih baik rumah mereka yang rusak, hampir rubuh, bocor, tanpa dinding, dan hal lain serupa itu didahulukan untuk diperbaiki.
Niatnya sama, untuk membangun masjid. Tetapi ada yang perlu diprioritaskan, yaitu memperbaiki rumah warga yang kurang mampu. Kegiatanitu sekaligus syi'ar untuk memakmurkan masjid. Â