Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kamar Kontrakan (2)

19 Februari 2020   17:58 Diperbarui: 19 Februari 2020   17:57 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita sebelumnya: Jamin menjadi karyawan kepercayaan Bos. Ia juga disenangi putri tunggal Pak Bos, Karin. Seorang karyawan cemerlang yang mengingatkan tentang hubungan itu dicurigai Jamin juga menyukai Karin. Sampai suatu ketika kebakaran besar terjadi, dan Jamin menjadi tertuduh sebagai penyebabnya. Ia dipecat, dan terpuruk pada sebuah kamar kontrakan.

*

Sejauh ini Karin tampak sangat perhatian padaku. Ketertarikan normal seorang gadis muda kepada perjaka pada umumnya. Namun, kukira lama sekali ia berpikir dan berhitung-hitung. Pasti ia pun memperhatikan kondisiku dari keluarga miskin dan berpendidikan rendah.

Dalam hal status sosial-ekonomi itu aku dengan Karin ibarat bumi dengan langit. Aku sadar betul. Terlalu jauh aku untuk sanggup menjangkaunya. Tetapi rupanya panah asmara itu buta, terlalu gegabah mempertautkan perasaanku dengannya.

"Papa mengundangmu kembali bekerja, Mas.. . . .!" ucapnya ringan. "Kami sekeluarga berhasil melacak penyebab kebakaran. Ternyata Permana biang keladinya. Ia sengaja merancang terjadinya arus pendek listrik penyabab kebakaran. Polisi sudah melakukan olah TKP, dan menjadikan Permana tersangka. . . .!"

"Aku tak percaya," jawabku getas seraya menggeleng. "Permana orang baik. Ia lelaki tanpa cela, dan aku sangat mengaguminya. Kalau pun ia pelakunya, biarlah aku yang disalahkan. Ini sebagai hukumanku karena menaruh hati padamu. . . .!"      

Karin cemberut. Ia tak berkata-kata lagi, cepat beranjak, lalu meninggalkanku begitu saja. Selintas kulihat ada genang air di pelupuk matanya. Aku tak peduli. Aku pun kembali ke kamar kontrakku.

Mungkin benar, kamar itu serupa penjara, dunia yang sempit bagi pesakitan sepertiku. Aku terpenjara dengan suka-rela. Mengenai perasaanku tetap baik tanpa prasangka kepada Karin, itu sebuah kesengajaan. Aku tidak boleh memperlihatkan sikap apapun yang memperlihatkan kebencian terhadap Permana.

Sejak semalam sudah matang dalam rencanaku untuk menghabisi nyawanya, bagaimanapun caranya. Jika tidak, Karin akan jatuh ke tangannya. tak lama kemudian nasib Bos bakal sangat buruk. Permana punya pengaruh jahat dan licik.

*

Aku tidak merasakan apa-apa setelah itu. Tidak berpikir, tidak makan-minum. Aku teronggok tak berdaya di tengah kamar kontrakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun