Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Tragis dan Politis, Rp 50 Ribu Dapat Apa?

12 Februari 2020   18:16 Diperbarui: 12 Februari 2020   21:22 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejumlah remaja di bawah umur 17 tahun terlihat ikut aksi unjuk rasa. Seorang remaja, AR (16), mengaku menerima uang Rp 50 ribu untuk ikut unjuk rasa di depan gedung KPK.  Sumber 3

Sudah menjadi rahasia umum bahwa peserta demo mendapatkan makan-minum dan uang transport ala kadarnya. Namun, karena jumlah peserta demo banyak, bahkan sangat banyak; maka untuk mengaturnya dibagikanlah jatah itu dalam bentuk rupiah.

Besarannya relatif. Mungkin yang terkecil Rp 50 ribu, yang lebih besar Rp 100 ribu, dan untuk koordinator pasti lebih besar lagi.  Bos besarnyapelaksana demo beda lagi. Kesan umum para pendemo mendapat bayaran. Dengan kata lain, mereka menjadi pendemo bayaran.

Namun, jarang yang mau mengakui bahwa mereka memang (ada, sebagian kecil atau besar) menerima bayaran sekadar untuk membeli makan-minum dan pengganti transport. Barangkali sesekali perlu juga para jurnalis berterus-terang mengungkapkan hal sebenarnya.

Akan lebih baik jika mampu mengungkap pula siapa sebenarnya penyandang dananya. Telusuri terus, dan konfirmasi yang bersangkutan agar isi berita lebih lengkap dan  berimbang.  

*

Masih mengenai uang Rp 50 ribu, dan kali ini kaitannya dengan suasana jelang pilpres lalu.  

Adalah Titiek Soeharto dari Partai Berkarya menyoal janji swasembada pangan Jokowi-Jusuf Kalla dalam kampanyenya di Cilegon, Banten. Selain itu, putri Soeharto tersebut mengulas soal kesenjangan antara kaya dan miskin yang makin lebar.

"Kesenjangan antara si kaya dan si miskin makin lebar. Ibu-ibu punya uang sekarang Rp 50 ribu, ibu-ibu bisa beli apa kalau ke pasar, sementara yang kaya tambah kaya yang miskin tambah miskin," kata dia di hadapan relawan pendukung Prabowo-Sandi di Cilegon, Rabu (14/11/2018). Sumber 4

Tentu akan beda rasanya bila yang bicara bukan dari capres sebelah, bukan anak penguasa tunggal era Orde Baru, dan terlebih bila seorang ahli ekonomi. Apa yang diungkapkan Mbak Titik  mestinya disadari sebagai bagian dari imbas kekuasaan yang cenderung korup pada masa ayahnya berkuasa.

Dan para jurnalis boleh saja merespon dengan membawa cermin besar ke hadapan Mbak Titik sebagai bentuk pernyataan tanpa kata-kata. Mungkin pernyataan tanpa kata-kata para jurnalis terjemahannya begini: "Bercermin dululah, Mbak. Kayaknya ada tetesan darah para korban era Eyang Soe di sudut bibir yang lupa belum diseka. . .!"  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun