Untuk obat yang gawat-gawat, yang perlu biaya mahal bila berurusan dengan dokter dan rumah sakit, yang fatal dan menjadi penyebab kematian: ternyata caranya mudah saja. Hanya perlu daun anu, biji anu, buah anu, dan seterusnya. Lalu rebus, kemudian minum secara teratur. Hasilnya ditanggung cespleng. Ternyata hoaks.
Bagaimana perasaan dan pemikiran mereka (anggaplah kita tidak termasuk di dalamnya) yang ikut menyebarluaskannya. Apakah malu, kapok, lebih hati-hati dan teliti, atau tidak peduli? Rasanya hanya sedikit orang yang menyebarluaskan hoaks lalu minta maaf setelah tahu apa yang disebarkannya bohong belaka. Banyak yang sekedar terkejut, tapi tidak mau mengaku telah melakukan kesalahan. Tragis. Miris.
Hoaks mutakhir terkait dengan virus Corona seperti disebutkan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, menjadi penyebab penolakan warga Natuna terhadap WNI dari Wuhan yang rencananya dievakuasi di sana selama 14 hari ke depan. Hoaks sudah sedemikian merebak dan merajalela. Perannya menyebarkan pesimisme, ketakutan, kebencian, penyesatan, pemutar-balikan fakta, dan pembodohan. Siapakah para pembuat hoaks itu? Ketidaksengajaankah? Terkoordinirkah? Hendak mengguncang kedamaian negeri inikah?
*
Tulisan ini sekadar untuk mengingatkan kita semua bahwa memberitahukan hal-hal baik itu baik sangat baik, bagus, mulia. Dan apalagi dilatari niat baik. Tetapi akan lebih bijaksana bila waspada, hati-hati dan teliti terhadap berbagai referensi dan informasi yang kemungkinan punya maksud-maksud jahat dibalik itu.
Waspadai orang-orang yang mengaku orang baik, bermaksud baik, dan berbuat tampak baik; padahal sebenarnya sedang memulai membuat keburukan dan keonaran. Gaya dan siasat lama masih aktual dipakai, rengkuh dulu hatinya maka urusan di belakangnya akan jauh lebih mudah. Kalau orang Jawa (seperti karakter huruf Jawa), di-"pangku" mati. Â Â
Artinya apa? Orang Jawa (dan mungkin kebanyakan orang, apapun suku dan bangsanya) bila diberi kemudahan-kemurahan-kemewahan akan lupa dan kurang waspada, bahwa itu hanya pancingan, bujukan, iming-iming, dan bahkan jebakan.
Konon jatuhnya kerajaan-kerajaan masa lalu ke tangan bangsa asing karena strategi itu: diberi kedudukan, diangkat raja atau jabatan tertentu, lalu duduk manis dengan mendapatkan penghasilan yang sangat memadai. tetapi ternyata rakyatnya diperas habis-habisan oleh si pendatang. Untuk menolak tidak mungkin lagi karena sudah ada perjanjiannya, dan si pendatang itu secara persenjataan jauh lebih kuat. Maka begitulah penjajahan berlangsung sekian abad.
*
Penutup, mari (khususnya para jurnalis dan penulis media mainstream maupun media soaial) menjadi bagian dari warga masyarakat yang tidak memproduksi hoaks, tidak menyebarkannya, tidak memviralkannya, dan tidak mereposting dengan begitu mudah dan cepatnya.
Sekadar saran, bagi yang hobi reposting tulisan orang sebaiknya ubah kebiasaan dengan membuat opini sendiri. Terkait dengan pengobatan atau kesehatan, akan lebih baik kalau sudah mencoba dan merasakan sendiri khasiat bujukan pengobatan gampang, dan apalagi berupa iklan. Bila belum mengalami sendiri lebih baik tidak ikut-ikutan menyebarkan khasiat ini-itu yang entah-entah itu.