Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Para Pengemis pun Ikut Merayakan Imlek 2020

28 Januari 2020   23:52 Diperbarui: 29 Januari 2020   00:03 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
vihara dharma bhakti - petak sembilan jakarta via suara.com

Kelompok manusia yang rajin membuntuti aneka perayaan keagamaan tak lain para pengemis. Di kota dan di desa, di mana saja parayaan diadakan, mereka memperlihatkan eksistensinya.

Mereka seperti juga tukang parkir liar, calo tiket, pedagang kaki lima dan asongan, bahkan juga para kriminal: copet, jembret, begal, penipu, dan pemeras.

Pada perayaan tahun baru Imlek ada angpao, pada hari raya Idul Fitri ada sedekah, dan pada Idul Qurban ada pembagian daging. Para pengemis hafal sekali jadwalnya, bahkan malam sebelum perayaan sudah rela datang dari  jauh dan menginap di dekat lokasi perayaan.

Kalau dipikir dalam-dalam, sebenarnyalah mereka ikut menjadi bagian dari perayaan itu sendiri. Bahkan kalau bisa mereka tentu pula ingin punya agenda perayaan sendiri.

*

Imlek itu salah satunya diandai dengan adanya angpao. Itu sebutan amplop warna merah yang didalamnya diisi uang, lalu dibagi-bagikan oleh para orangtua kepada anak-anak dan sanak-saudara yang belum berkeluarga.

Angpao menarik minat bukan hanya anak-anak dan saudara dalam sebuah keluarga etnis Tionghwa, tetapi bahkan para pengais rezeki meski sekadar sebagai meminta-minta.

Pengemis berdatangan dari jauh ke kota-kota yang memiliki ke Vihara dan Kelenteng besar dan banyak pengunjungnya. Di dua tempat itu segenap  warga etnis Tionghwa melakukan ibadah secara Konghucu untuk menghormati arwah leluhur.  

*

Digambarkan media, para peminta-minta mengantre di Vihara Dharma Bhakti terkait perayaan Tahun Baru Imlek 2571. Mereka sabar menunggu angpau yang dibagikan umat setelah selesai beribadah.

Pantauan media, di Vihara Dharma Bhakti, Jalan Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Barat, Sabtu (25/1/2020) pagi ini, para pengemis telah mengantre. Mereka berbaris dengan tertib.

Bukan hanya orang-orang yang sehari-hari meminta-minta, banyak juga pengemis musiman. Penampilan dan perawakan mereka sama sekali tidak terlihat memprihatinkan seoang pengemis. Kebanyakan mereka punya pekerjaan lain, yaitu pemulung, pekerja srabutan, pengamen, anak jalanan, dan para pengangguran.

*

Apakah kiranya para pengemis juga ingin merayakan suatu perayaan tertentu? Misalnya saat tahun baru Imlek dengan mengenakan busana serba merah? Ikut mengisi amplop merah yang pernah mereka terima tahun-tahun lalu, kemudian diisi dengan daun jambu air kering.

Kemudian dengan cara bercanda dibagi-bagikan kepada sesama pengemis, atau siapapun yang mau menerima meski berisi lembaran daun kering.

*

Angpao sekadar sebutan untuk pemberian berupa uang yang dibungkus sampul berwarna merah, lalu dibagi-bagikan kepada keluarga dekat, terutama anak-anak dan mereka yang belum menikah. Pemberinya keluarga yang mapan dan yang sudah menikah. Itu sebagai tanda keberhasilan usaha dan pekerjaan, dan sebagian hasilnya dibagi-bagikan dalam bentuk uang.

 *

Orang-orang yang berpendapat bahwa agama semata ajaran kaku hitam-putih- dan kemudian berlaku radikal, agaknya perlu untuk berempati pada kenyataan ini.

Orang-orang yang merasa memadai dalam hal kesalehan ritual, belum tentu memiliki kesalehan sosial yang cukup. Orang-orang yang kesalehan sosialnya tinggi tak jarang justru lebih suka membelanjakan uang untuk umbroh dan haji berkali-kali. Untuk membangun sarana-prasarana fisik ibadah megah-mewah, dan terkesan jor-joran. Bersamaan dengan itu  bantuan kepada kaum miskin tidak cukup memadai.

Yang lebih memprihatinkan, orang-orang yang tampak saleh suka berlaku curang dan koruptif. Tanpa sungkan mengabaikan akal-budi-akhlak-adab juga menanggalkan simpati dan empati.

*

Dengan kenyataan di atas tidak mungkin para pengemis punya perayaan sendiri.

Andai saja ada seorang konglomerat yang punya pemikiran berbeda, yaitu membuat acara pesta khusus untuk pengemis, boleh jadi oang-orang kaya lain akan mengikuti. Misal pada satu kota sebuah vihara dan kelenteng mengundang 1.000 orang pengemis, di kota lain diundang setengahnya, dan kota lainnya lagi hanya 100 orang.

Harinya bersamaan dengan perayaan tahun baru Imlek. Atau bertepatan dengan perayaan Idul Fitri.

Pada hari itu mereka tidak perlu berpenampilan seperti peminta-minta pada hari-hari biasa. Mereka akan berpenampilan keren dan cakep seperti warga masyarakat lain. Juga raut wajah, maupun rasa senang yang dirasakannya.

Dengan itu maka ke depan kemeriahan hari-hari keagamaan, termasuk Imlek dan Idul Fitri maupun Idul Adha (Qurban), akan makin bermakna. Warga etnis Tionghwa bergembira merayakan Imlek, warga muslim bergembira merayakan Idul Fitri, para pengemis serta warga miskin lain tak akan mengganggu mereka, sebab sudah punya agenda sendiri.

Semoga gagasan ini tidak terlalu mengada-ada untuk suatu ketika kelak dapat diwujudkan. Selamat tahun baru Imlek 2020, Gong Xi Fa Cai. *** 28 Januari 2020

Gambar         Sumber

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun