Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Toto Santoso, Pedagang Angkringan Mendadak Raja

17 Januari 2020   17:24 Diperbarui: 21 Januari 2020   22:35 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Toto Santoso nyata orang kebanyakan, artinya ya biasa-biasa saja. Tidak ada sejarahnya ia berdarah biru, atau keturunan ningrat tertentu. Tetapi kemampuan memantaskan diri sebagai raja sudah memadai, lumayan berhasil. Minimal untuk bikin heboh dunia nyata maupun maya. Dan terlebih, berhasil mempedayai para pengikut, juga orang-orang tertipu oleh bualan dan pernyataannya yang menyesatkan itu. 

Padahal Mas Toto semula pedagang angkringan (warung makan-minum sederhana khas Yogya-Solo, meski tidak lagi menggunakan angkring). Gagasannya spektakuler. Kok tiba-tiba punya gagasan muluk, setinggi langit, dan luar biasa gila: menjadi raja. Dari orang yang duduk di belakang angkring melayani pembeli, dan kemungkinan tidak terlalu dikenal para pelangganannya. Kemudian berubah total menjadi orang yang tampak arif-bijaksana penuh kharisma, karena duduk di singgasana keratin bikinannya sendiri.

Sebenarnya ia penduduk Jakarta, lalu punya rumah kontrakan di Sleman Yogya. Selanjutnya memilih "jumeneng raja" di sebuah desa di Kecamatan Bayan, Purworejo, Jawa Tengah.  Oya, nama keratonnya, yaitu Keraton Agung Sejagat. Toto pun berganti nama keningrat-ningratan.

Adapun sang permaisuri  memiliki gelar Kanjeng Ratu Dyah Gitarja. Aslinya bernama Fanni Aminadia. Ternyata keduanya bukan suami-isteri sah. Mereka baru sebatas teman, mungkin "teman tapi mesra" seperti judul lagu.

*

Di hadapan para pengikutnya raja dan ratu dihormati sangat tinggi, ya tentu setinggi iuran bulanan yang harus mereka bayarkan yang total nilainya puluhan hingga ratusan juta rupiah.  Mendekati miliar. Para anggota memanggilnya Sinuwun.

Hal menarik, penampilan Toto dilengkapi dengan ornamen dan perlengkapan keraton, yaitu kelengkapan fisik (prasasti batu besar, penampakan serupa kraton, pakaian seragam, tombak, trisula, dan segenap aksesoris di dalamnya). Dikarangnya  pula mengenai wangsit yang diterima terkait Kerajaan Mataram. Semua itu agar para korban percaya dan dengan suka rela mau ditipu sedemikian rupa itu.

Keraton di Purworejo itu rupanya hanya salah satu saja. Sudah ada beberapa cabang diantaranya di Klaten, Yogyakarta, dan Lampung sejak 2018. Jumlah pengikut ada antara 150 orang hingga 450 orang. Jumlah uang yang disetor sekitar  Rp 1 miliar.  

Ulah Toto Santoso harus berakhir di kantor Polisi. Dan menjadikannya sebagai pelaku penipuan, dengan ancaman hukuman sepuluh tahun penjara.

*

Kembali ke soal ide bernas Toto untuk menjadi raja. Barangkali ia termasuk orang yang getol menonton pentas teater tradisional ketoprak dan drama pantura, yang selalu membawakan lakon kerajaan. Bisa jadi ia terlalu sering menonton tayangan film dan sinetron bertema kerajaan.  Lengkap dengan raja dan ratunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun