Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Pemulung dan Segayung Air Keran (Dua)

14 Januari 2020   09:50 Diperbarui: 14 Januari 2020   22:04 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita sebelumnya: Suatu siang terik, dua perempuan pemulung kehausan. Untuk menghilangkan haus mereka minta air kran pada sebuah mushola. Saat itu Emak merasa diperhatikan dengan curiga, mungkin dikira hendak mencuri sesuatu. Ia mengambil segayung air kran. . .

*

Dua

Rusmina tersenyum riang. Komentarnya kemudian. "Rasanya seperti air jeruk dingin, Mak. Maknyus. Haus hilang seketika. Ajaib sekali. Alhamdulillah. Benar kata Emak, air apapun adalah penghilang rasa haus. Nah, sekarang ganti Mak yang minum. Habiskan, Mak. .!"

"Ya, sini ganti Emak yang minum. Kemarikan gayungnya!"

"Pelan-pelan, Mak, jangan tersedak nanti.. . . .," ucap Rusmina sambil tersenyum, "Enak, Mak?"

"Seger. Enak. Seperti minum es cendol. Seperti ada manis-manisnya .. . .!" canda Yu Sawiji meniru-niru suara bocah.

"Hahaha. . . Kayak di iklan tv ya, Mak. Tapi mestinya Min yang bilang begitu. Emak tinggal membalas dengan senyum saja.. . . !"

"Iya, tapi air kemasan di iklan itu air mahal. Kata orang harga air kemasan itu setara dengan harga bahan bakar. Jadi, please deh, jangan samakan dengan air kran.. . . !"

"Oke, please deh. Samakan saja dengan air jeruk dingin, atau es cendol yang lebih murah. . . hehe. Ayo jalan lagi, Mak."

"Tunggu sebentar, Mak kembalikan dulu gayung ini.. . . ." ucap Yu Sawiji sebelum melangkah ke halaman mushola. "Lihat penjaga masjid itu. Ia curiga kita bakal mengambil gayungnya. Mungkin selama ini banyak maling sandal di sini, atau bahkan maling peralatan pengeras suara. Ngeri sorot matanya itu. Emak takut. . . . !"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun