Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menulis dan Membukukan, Kenangan untuk Thamrin Sonata

4 September 2019   00:06 Diperbarui: 4 September 2019   03:38 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak TS (KutuBuku) menerangkan karya Kompasianer kepada Bu Menlu Retno di Kompasianival 2016. DOk pri TS

Sejak Juli 2019 lalu setidaknya tiga nama ditulis Thamrin Sonata (selanjutnya ditulis Pak TS) terkait dengan obituari orang-orang yang dikenalnya. Ketiganya yaitu Arswendo Atmowiloto (sastrawan, redaktur, penulis skenario, dan penggiat sinetron); Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Humas BNPB, serta M. Abdul Aziz, seorang pekerja film.

Selain itu ada tiga tulisan tentang Arswendo Atmowiloto (AA) muncul di Kompasiana, sejak AA sakit hingga meninggal dunia. Kekagumannya pada sosok komplit dalam dunia penulisan dengan buku-buku fenomenal diantaranya "Mengarang Itu Gampang" dan novel sejarah "Senopati Pamungkas" itu jejaknya tak jauh berbeda dengan perjalanan penulisan Pak TS.

Kalau AA menjadi salah satu tokoh di Kompas dan grup penerbitannya, maka Pak TS di Kompasiana (bagian dari Kompas juga) dan memiliki penerbitan sendiri.

Pak TS aktif bukan hanya online, tetapi juga offline. Hampir semua perhelatan Kompasiana dan grup penulisannya dihadiri. Sesekali ia pun menjadi salah satu penyelenggara acaranya, yaitu Ngoplah. Dengan begitu kenalan dan bersahabatannya luas, kesibukannya berliterasi bertambah, juga penerbiatan bukunya.

*

Pak TS, punya aktivitas yang panjang pada media cetak dan elektronik televisi, menulis aneka bentuk (cerpen, novel, cerita/novel anak, reportase, esai/opini, hingga puisi). Dalam penerbitan buku, dengan nama Peniti Media, puluhan judul buku sudah dihasilkan. Baik buku keroyokan maupun buku perseorangan. Pak TS menyunting, me-layout, memberi pengantar, mencari sosok yang pas untuk memberi endorcement pada buku-buku yang diterbitkannya.

Dan hari ini, tiba-tiba sekali, Pak TS -dalam usia 60 tahun- pamit undur diri. Tidak ada kata-kata perpisahan. Tidak ada informasi terakhir mengenai kondisi kesehatannya. Namun, ada sebentuk salam terakhirnya, dan masih terkait dengan buku. Yaitu ajakan membuat buku keroyokan dengan judul: "Belajarlah, Indonesia" (Juli-Agustus 2019). Sebuah ungkapan untuk membahas secara mendalam berbagai isu kekinian yang coba disuarakan oleh sekitar 40 Kompasianers yang dihimpunnya.

Ngoplah fiksi yang pertama: Sukses. 7-10-2016
Ngoplah fiksi yang pertama: Sukses. 7-10-2016
*

Dalam puisi pendek yang ditulisnya untuk AA di Kompasiana pada 22 Juli 2019, Pak TS menulis judul "Jejak Panjang Sang Senopati - untuk Arswendo". Ada rambut panjang, tawa panjang, sinar panjang, serta bayang-bayang yang mengikuti. AA tentulah seorang guru berliterasi pula. maka Pak TS menuilis tentangnya denganjudul "Mas Arswendo, Padamu Kami Mengabdi"(19/7/2019). Begini bunyi puisinya:

sang Senopati mangkat, kami / pun berangkat mengantar / hormat ke peraduanmu yang panjang / seperti jejak yang kautoreh//

hari sudah senja ketika / malam berganti pagi bersinar panjang / membuntuti bayang-bayang kami / para pengikutmu nan abadi //

deret ukur rambut panjangmu / masih mengular hingga milennial kini / sepanjang engkau / mau dengan tawa panjang / : kepada kami// Angkasapuri, 22/7 -- 2019

Agaknya demikian pula, jejak panjang Pak TS. Setelah meniti begitu banyak setapak serta pematang berliku sebagai sosok penulis, akhirnya ia temukan platform media online yang diarasakan cocok, yaitu Kompasiana.

Konsistensi dalam menuilis tergambar pada tampilan cerpen setiap Minggu Pagi, yang telah mencapai 96 tulisan. Cerpen terakhirnya berjudul "Diburu Cemburu", dipublish tanggal 14 Juli 2019 di Kompasiana.

Pada ulang tahunnya ke 60 pada pada April 2019 lalu, Pak TS memajang puisi AP (inisial nama), dengan judul ":Enam Lima". Mungkin puisi itu semacam kesangsian untuk sampai ke sana, lima tahun lagi. Berikut selengkapnya"

Lima tahun lagi aku menjadi enam lima / tahun terlarang / di mana ia mengamuk / di mana ia diremuk //

Lima tahun lagi akan tak / sampai enam lima / tahun yang entah sampai / saat badan tak menjadi / saat badan tinggal apa / : entah // * AP, 28/4/19

Entah, tentu sebuah jawaban pasrah. Dan memang Allah yang maha penentu selalu menyimpan teka-teki dengan begitu rapi. Senyum dan tawa Pak TS yang begitu renyah dan bersemangat tak menyiratkan secuil pun ungkapan sedih. Meski tidak lagi menjadi orang di balik sebuah penerbitan media massa (cetak maupun elektronik) urusan waktu tak bisa jauh darinya.

Tekatnya berliterasi di tengah para Kompasianers, tak urung membuatnya selalu dalam posisi dikejar tenggat. Pak TS mulai menulis Kompasiana pada 22 September 2012. Total tulisannya mencapai 1.125 artikel, dengan jumlahya pembaca 615 ribu orang lebih.

*

Dari sekitar 10 kali pertemuan saya dengan Pak TS, yang cukup intens yaitu dalam penyuntingan buku Widyarka Ryananta, berjudul "Jejak Orang Jawa di New Caledonia" pada awal tahun 2017, serta penyusunan buku kedinasan satu direktorat, pada salah satu kementerian, pada pertengahan 2018.

Sebelumnya, di Peniti Media saya membuat dua buku indie. Satu buku kumpulan puisi "(Hanya Orang Gila) Yang Masih Menulis Puisi" tahun 2016, dan satu buku kumpulan cerpen "Orang-Orang Yang Menyerah" tahun 2017.

Buku keroyokan yang disunting Pak TS yang saya ikuti, yaitu (In)Toleransi (2017), dan Belajarlah, Indonesia (2019).

Pada penyuntingan buku kedinasan di atas, (karena dikejar tenggat) selama 5 hari pada akhir 2018 saya berkutat dengan laptop di rumah Pak TS. Saya menyaksikan betul semangat dan ketekunannya di depan laptop. Tidak tampak ada kendala kesehatan. Ya, kecuali bila berjalan agak jauh. Ia sesekali berhenti untuk mengambil nafas. Kami berjalan sambil ngobrol, dan itu pasti menganggu pernafasannya.

*

Apa yang tercatat dalam ingatan saya mengenai seorang TS, yaitu orang yang mudah berteman, rendah hati, dan sederhana. Dengan memperhatikan detil saat bercerita, saya kagum pada daya ingatnya. Dan itu berbanding lurus dengan kecepatannya dalam menulis.

Tentu saja ia bukan mansuia sempurna. Kalau ada orang yang membencinya, dan membuatnya sakit hati ia tidak membalas denbgan memperlihatkan ke-aku-annya. Memperlihatkan sikap bermusuhan pun tidak.

Senyum dan tawanya saja yang masih tetap sama lebar. Rambut masih tebal, kacamata baca sesekali saja dipasang, dan setia dengan kaos oblong, serta sesekali diangkap dengn kemeja yang kancingnya dibiarkan tak terkunci.

Banyak kenangan mengenai Pak TS, dan tiap Kompasianers (terlebih yang telah menerbitkan buku sendiri di Peniti Media) dipastikan punya kesan mendalam pula. Karenanya, mari kita wujudkan cita-cita Pak TS dalam puisinya "Enam Lima". Mungkin bukan hanya tambah lima, tapi sepuluh, dua puluh, atau lebih. Umur dalam aktivitas berliterasi, tak pernah padam.

*

Penutup, izinkan saya mengulang tulisan Muamar Sidik, Mahasiswa STAI Haji Agus Salim -- Cikarang, tentang pembicaraan Pak TS dalam "Pelatihan Menulis Novel Bareng Thamrin Sonata" di Kota Bekasi, pada 16-2-2018, sbb. :

"Jika kita ingin menjadi penulis yang baik maka kita harus menjadi pembaca yang baik, sebab tidak ada sekolah menulis, yang ada berbagi pengalaman menulis. Maka menulislah senulis-nulisnya. Dalam dunia seni, termasuk sastra di dalamnya tidak ada kata salah dan benar. Yang ada indah dan tidak indah, bagus dan tidak bagus".

Itu saja. selamat jalan, Pak Thamrin Sonata. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Allahummagfirlahu warhamhu waafihi wafuanhu. Al-fatihah. ***

Bandung, 4 September 2019 / 4 Muharram 1441 H.

Gambar: hari-buku-nasional dan ngoplah-fiksi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun