Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pro-Kontra Berinfak di Jalan, Surabaya, dan Manusiawi

14 Mei 2019   22:56 Diperbarui: 14 Mei 2019   23:00 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Infak dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan besar maupun kecil, baik pada saat lapang maupun sempit (Q.S Ali Imran: 134)

Dengan demikian, pengertian sedekah hampir sama dengan infak, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Bedanya, infak berkaitan dengan materi; sedekah menyangkut hal-hal yang bersifat non materiil (lebih luas). Contoh, senyum bisa menjadi sedekah, menyingkirkan paku di jalan supaya tidak membahayakan orang juga sedekah.  Sumber.

Dengan demikian pemberian uang di jalan (untuk pengemis-anak jalanan-pengamen, perbaikan jalan, atau untuk pembangunan masjid/pesantren misalnya) lebih tepat disebut infak. Demikianpun kita sudah terbiasa menyebut sumbangan sebagai sedekah. Untjuk selanjutnya kedua kata itu disebut bersamaan.

*

Memberi infak/sedekah itu perbuatan sangat terpuji. Namun, kesadaran demikian belum optimal dilakukan setiap muslim. Masih banyak orang mampu, berharta, berkelimpahan yang sikapnya rakus dan sekaligus pelit-medit-kikir. Mereka tampak dermawan sekadar untuk mencari pujian.

Keadaan ini menjadi tantangan bagi para ulama, ustadz dan tokoh masyarakat untuk bekerja lebih keras mensyiarkan hal-hal yang seharusnya dalam masalah zakat, infak dan sedekah. Akan lebih baik mereka memberi keteladanan.

Sementtara itu kita lihat dari hari ke hari jumlah pengamen, gelandangan dan pengemis yang berkeliaran di jalan-jalan kota, di pasar, di pusat keramaian, dan bahkan di tempat-tempat wisata ziarah maupun pemakaman umum makin banyak. Tentu saja pemerintah melalui dinas sosial, badan-badan sosial dan perseorangan sudah bekerja dengan baik. Tetapi agaknya belum cukup, masih diperlukan banyak terobosan agar permasalahan sosial tersebut tertangani dengan lebih baik.  

Selain infak dan sedekah, kita kenal pula kewajiban setiap Muslim untuk berzakat (fitrah dan mal) sesuai ketentuan dan syarat tertentu. Bila pengumpulan zakat mal (zakat kekayaan) dapat dioptimalkan penerimaannya, pengelolaannya pun tertata dengan baik, semestinya kaum duafa,dan fakir-miskin dapat disantuni dengan memadai. Mereka tidak harus berkeliaran di jalan-jalan dan tempat-tempat umum lainnya.

Dengan dua kondisi ideal itu sebenarnya ,asal;ah pro-kontra pemberian infak/sedekah di jalan mudah dicarikan jalan keluarnya. Orang tidak perlu merasa bersalah bila tidak memberi infak/sedekah, dan sebaliknya semua pihak yang terkait harus bekerja keras mencari solusi agar peminta-minta di jalan diminimalisir, bahkan dihilangkan.

*

Niat orang untuk memberi infak dan sedekah merupakan perbuatan yang sangat baik. Dengan adanya niat pun orang yang bersangkutan sudah mendapatkan pahala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun