Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berharap Daun Pisang Kembali Naik Daun

10 Mei 2019   23:58 Diperbarui: 11 Mei 2019   00:13 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
bungkus daunpisang (phinemo.com)

Dulu -puluhan tahun silam- daun pisang merajai dalam penggunaan di pasar-pasar tradisional, maupun untuk keperluan lain. Daun pisang digunakan untuk bungkus, alas, atau penutup makanan. Dalam kondisi darurat daun pisang pun mampu berpeeran sebagai payung dikala panas terik maupun hujan.

Sebagai teman sejawat ada daun kelapa, daun jambu air, daun pandan, daun jati, daun woka, dan kulit jagung. Daun pisang yang lebar, kuat, dan lentur, serta mudah didapat, lebih banyak digunakan. Namun seiring dengan banyaknya penggunaan kertas dan plastik, meredup pula kegunaan daun pisang.

Modernitas ditandai dengan banyaknya penggunaan plastik untuk banyak keperluan.

*

Lepas dari berbagai sisi buruknya, plastik dengan berbagai bentuk dan peruntukannya tetaplah bermanfaat bagi kehidupan. Hanya sayangnya kita sering terlalu boros. Masyarakat terbiasa menggunakan pembungkus seperti kertas, daun dan pelapah pisang, serta pembungkus dari bahan anaman lain untuk sekali pakai. Setelah itu dibuang.

Plastik pun diperlakukan sama. Dibuang hanya sekali digunakan. Padahal sering tidak karena kotor, bukan karena tidak bisa digunakan lagi, tetapi karena kita mencari kepraktisan. Selain tas plastik (ada yang menyebut kantong, kresek, dan sebutan lain) ada aneka bentuk lain yang nasibnya serupa. Mulai dari sendok dan garpu, piring, sedotan, dan botol air kemasan.

Masih mendingan ada yang punya daya kreasi nuntuk membuat kerajinan dan aneka bentuk perkakas daur ulang. Tapi tentu prosentasinya kecil. Tidak sebanding dengan jumlah yang terbuang.

Masalah berikutnya mengenai cara dan tempat membuang: sembarangan, di mana saja. Akibatnya menyumbat saluran air pembuangan, memampetkan gorong-gorong, menumpuk di sungai hingga memicu banjir. Kesadaran warga untuk mengelola limbah plastik datang terlambat. Pemerintah terlambat mengantisipasi. Sementara itu pabrik plastik terus memperbesar jumlah produksinya, menambah aneka bentuk produk, sehingga udara dan laut pun tercemari. Bencana kepunahan aneka satwa laut tinggal menunggu waktu saja.

Pada sisi lain plastik (khususnya untuk kantong/tas) ternyata berbahaya bagi kesehatan penggunanya, juga berbahaya bagi kelangsungan lingkungan hidup.

Oleh kondisi yang makin memprihatinkan kini kesadaran tumbuh, dan berbagai tindakan dilakukan, mulai dari pencanangan kota bebas plastik, kebijakan toko/pasar mengganti plastik dengan daun pisang, danm lainnya.

*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun