Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Penculik

28 Desember 2018   20:30 Diperbarui: 28 Desember 2018   23:03 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lelaki tegap itu tampak garang betul
sulit senyum, gampang meradang
Ia mungkin bagian dari gerombolan
tak bernama, yang bergerak dalam senyap
untuk alasan siapa harus didera
siapa harus ikhlas dibuat lenyap.

Selesai tugas, berhenti ia untuk sekejap
menengok tapak di belakang, menghapus
yang mungkin lawan mengendus
sebelum pulang, langkah ringan
jauh di seberang, perkampungan tersembunyi
di balik awan, dihuni kawanan pembantai.

Di sana, sayang sekali, tak didapati anak-isteri
hati pun meradang, kaki refleks menendang
pagar, pintu, jendela dan semua perabotan
runtuh. Rumah ambruk, lihatlah, jadi puing.
Ia curiga, mungkin anak-isteri ganti diculik
dirudapaksa para lelaki tegap yang lain
yang juga bergerak dalam senyap.
Ia kalap dan cepat mengumpulkan anak buah
untuk memburu, berburu, menyerbu.

Jauh hari kemudian, ingatan kolektif
menyajikan fakta yang sama
namun, dengan latar dan narasi boleh berbeda.

Bahkan dalam panggung sejarah
penculik dan korban tak jarang
bertukar peran
begitu gampang
tak henti menabuh riuh. Saling bunuh.

Cibaduyut-Cigadung, 25 - 28 Desember 2018

Tengok juga puisi sebelumnya:

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun