Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Sahur Gaya dan Sahur Terpaksa

4 Juni 2018   23:44 Diperbarui: 4 Juni 2018   23:48 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Macet di Brexit jelang Lebaran 2016 / theguardian.com

*

Jauh sebelum jalan tol Cikampek tersambung ke Cirebon, sahur di jalan pernah terpaksa kami lakukan pula. Waktu itu karena perkiraan meleset. Berita media yang gencar dan bertubi-tubi ikut memperngaruhi pertimbangan meleset itu. Satu waktu banyak pemudik yang berpikir bahwa berjalan malam hari akan lebih nayaman, sebab jalanan relatif lancar, tidak panas, dan juga santai dapat makan-minum sepanjang jalan sehingga mengurangi rasa kantuk.

Media ramai-ramai memberitakan hal itu dengan tambahan tips untuk tidak mengulang kesalahan yang sama. Tetapi karena sebagian besar pemudik berpikiran sama, yaitu degan berangkat setelah Shalat Subuh, tak urung terjadi kemacetan pula. Itu awal tahun 2000-an. Dari kota Bandung ke arah timur kemacetan lalu-lintas terjadi  sauh sebelum masuk kawasan Malangbong. 

Dari mulut ke mulu disebutkan ada bus yang terperosok di pinggir jalan, sehingga mengganggu lalu-linta yang sangat padat itu. Tidak mau terjebak lebih lama kami memutar arah dan masuk melalui Cibatu menuju Garut. Meski jarak menjadi relatif jauh namun lancar  ke Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, dan terus ke Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Pada jelang Lebaran tahun-tahun berikutnya kondisinya belum berubah banyak. Begitu keluar kota Bandung langsung ketemu macet di Cileunyi, Parakan Muncang, kemudian di jalan baru, dan menjelang Malangbong. Sahur terpaksa dilakukan di jalan, tepatnya di dalam mobil. Adik ipar yang bertugar membeli makan harus bersitegang dari pembeli lain karena stok warung makan sangat terbatas. Rupanya penjual tidak menganisipasi bakal terjadi kemacetan yang menyebabkan dagangannya habis tuntas oleh pembeli  yang berebut ketika waktu makan sahur tiba.

*

Untuk mengantisipasi 'sahur gaya' salah satunya dengan bikin pos-pos sahur. Tidak perlu acara 'sahur' digabung dengan 'touring'. Tiap-tiap perseorang-organisasi-pemerintah atau swasta bikin saja pos-pos berjejer seperti warung tenda dengan aneka menu yang berbeda: sate, soto, bakso, pizza, burger, nasi/mie goreng, dan entah apa lagi. 

Bersainglah dengan sehat dan sportif. Tidak perlu harus ada tawuran dan perkelahian. Mottonya sederhana: pelanggan datang-makan dan kenyang tanpa bayar, donator/petugas/pelaksana pos sahur sibuk-cekatan- melayani dengan ramah sambil mengharapkan pahala yang berlimpah

Sementara itu untuk mengantisipasi kemacetaan di jalan tol maupun jalan-jalan negara dan jalan alternatif, sediakan pos wahur serupa di berbagai titik rawan macet. Lebih baik lengkap dengan WC/kamar Mandi Umum -- Mushola -- dan tempat beristirahat yang luas-nyaman. WC/kamar mandi umum mestinya yang 'mobile' kemana pun macet kemungkinan terjadi. 

Sedang kemacetan di jalan raya, berbagai fasilitas dapat disediakan di seberang jalan (tentu dengan pengaturan dan penjagaan yang baik agar tidak justru timbul korban karena urusan seberang-menyeberang di jalan tol).

Dengan begitu meski bertajuk sahur terpaksa --dalam koneks Sahur on the Road- , kiranya para pemudik kelak akan ketagihan juga untuk merasakan kembali pengalaman yang sangat langka itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun