Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Kisah Ramadan, Dari Jangkrik hingga Kambing

4 Juni 2018   00:15 Diperbarui: 4 Juni 2018   00:45 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kambing Jawa (pinterest.com)

Masa kanak-kanak itu bagi saya berarti sekitar lima puluh tahun lalu. Waktu yang sudah sangat lama, namun beberapa kisah lawas itu masih teringat meski samar-samar.

Tinggal di kota kecamatan pada akhir tahun 1960-an di kaki Gunung Merbabu suasana masih sepi, antar rumah saling berjauhan, dan banyak pepohonan rimbun. Sebagai bagian dari anak kolong, bermain di luar asrama merupakan kesenangan dan kebebasan.

Teman-teman di luar asrama seusia mengajak bermain apa saja. Beberapa sudah saya ceritakan dengan tema lain. Masih ada beberapa yang belum pernah saya ceritakan tentang malam-malam bulan Ramadan. Pada satu waktu musim kemarau panjang. Kebiasaan anak-anak pada musim itu mencari jangkrik. Lumayan daripada membeli pada tukang jangkrik. Saya hanya ikut-ikutan saja, sebab saya tidak suka untuk apa mereka mencari jangkkrik: untuk diadu. Bukan  hanya saat di rumah, tetapi seringkali juga di sekolah.

Saat itu gedung SD sekolah saya sednag dironavasi total. Harus dicari enam kelas pengganti, dan itu tidak mudah, akhirnya menggunakan rumah-rumah penduduk. Terutama yang memiliki model rumah joglo, atau rumah yang lebih lebar dari yang lain. Tapi memang kondisinya tidsak memadai. Kelas yang saya tempati di kelas 5 berdekatan dengan kandang sapi. 

Saat itu sedang musim tanam palawija. Petani membongkar kandang untuk mengambil pupuk kandangnya. Jadi bisa dibayangkan betapa bau menyengat selama  berhari-hari. Sepanjang pelajaran tiap murid menutup hidung. Namun lama-lama kami familier juga. Kami sedang berpuasa, jadi tidak boleh terlalu banyak mengeluh.

Oya, naik kelas 3 saya berpuasa baru sampai Bedug, alias tengah hari saat bedug Shalat Zhuhur dikumandangkan. Speaker masjid dari kejauhan memberitahukan adzan, tiap masjid masjid menggunakan bedug. Untuk mengisi waktu luang siang hari sepulang sekolah saya naik ke pohon belimbing yang besar dan rimbun di dekat jalan setapak.

Saya duduk berdiam dirfi di cabang paling atas berlama-lama, sambil melihat orang-orang yang lewat di bawah. Mereka pasti tidak menyangka ada orang di atas pohon. Satu waktu ada beberapa anak yang lewat, saya lempar dengan belimbing muda dari atas. Mereka tampak ketakutan dan lari tunggang-langgang menjauhi pohon. Dari atas pohon saya menahan tertawa, lalu cepat-cepat turun dan pulang. Khawatir mereka melapor bapak atau ibu untuk mencari-cari orang yang menakut-nakuti anak mereka.

*

Di tengah tugas kedinasannya, bapak masih menyempatkan diri bertani. Tanahnya menyewa milik perkebunan. Sejak itu dari mulai mencangkul menanam, hingga panen, saya selalu mengikuti bapak ke ladang. Adik-adik masih kecil-kecil, belum dapat membantu.

Selain bertani, bapak juga memelihara ayam, kelinci, dan kambing. Ayam kampung dilepas untuk cari makan dimana-mana, sore mereka kembali di bertengger di emperan rumah. Saya dan adik-adik paling suka makan telur goreng. Tapi beberapa kali induk ayam itu justru dicuri tetangga untuk dijual di pasar. Ibu tahu siapa yang mencuri ayamnya karena pedagang ayam memberitahu hal itu.

Saya dan adik-adik suka sekali bermain dengan kelinci. Kelinci cepat sekali berkembang biak, ia dibiarkan berkeliaran di mana-mana di halaman belakang asrama. Ia makan apa saja, tunas dan daun-daunan. Selain itu mereka juga membuat lubang untuk menempatkan anak-anaknya. Bila tidak ada lauk untuk makan saat buka puasa, bapak menyembelih salah satu kelinci untuk digoreng.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun