Cerita sebelumnya; cerpen-kebencian-abu-lahab-melekat-pada-diri-mas-amin-1
Menjadi tukang kredit perabotan dapur gagal. Sejak itu Mas Amin Kartamin pindah-pindah pekerjaan, lalu berganti-ganti usaha. Akkhirnya mantap berjualan makanan kesukaannya: ketoprak. Alasannya sederhana saja. Bila dagangan tidak laku dapat dibagi-bagikan kepada para tetangga, dan sisanya dimakan sendiri sampai habis. Alasan lain, ketoprak itu gampang dibikin, murah harganya, enak rasanya, dan banyak yang suka.
Sepengetahuan Mas Amin yang asli Wetan, bahan-bahan membuat ketoprak merupakan kombinasi berbagai makanan lain, diantaranya lotek, kupat-tahu, gado-gado, soto, bakso, dan mungkin juga karedok. Semua jenis makanan dicampur menjadi satu, dan disiram bumbu kacang, ditambah kerupuk. Maka jadilah makanan itu. Enak, sedap, mengenyangkan, dan membuat ketagihan.
Cara berdagang Mas Amin yang semula berkeliling mendorong gerobak, dua bulan terakhir mangkal di dekat pos ronda. Sesuai kesepakatan bersama beberapa pedagang lain ia membersihkan, tidak merusak taman, dan memberi sedikit iuran untuk perawatan pos ronda.
*
Penjual dan pembeli silih-berganti memanfaatkan taman dan halaman seputar pos ronda di kampung Kalajengking itu. Siang hari giliran Bu Tin, Mak Fatmah, dan Mbak Murwo yang berada di pos ronda. Mas Amin tidak kesepian sebab ada teman ngobrol dan bercanda. Dagangan tinggal sedikit, sebentar lagi pulang.
"Dari pada dagangan dibawa pulang lebih baik kita tukeran, Mas," ucap Mbak Murwo menawarkan diri.
"Tukeran? Barter? Aku minum jamumu, kamu makan ketoprakku?"
"Persis. Itupun kalau Mas Amin tidak keberatan.. . . .!"
Bu Tin dan Mak Fatmah tertawa mendengar dialog itu. Keduanya saling mengedipkan mata. Lalu jari telunjuk Bu Tin ditempelkan ke bibir yang terkatup.
"Ciyeee. . . .ciyeee. Barter nih yee. . . .!" sindir Mak Fatmah, gatal kalau tidak berkomentar.