Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Seperti Anggota MCA yang Terciduk, Jawa Pos Pun Minta Maaf

6 Maret 2018   01:01 Diperbarui: 6 Maret 2018   21:01 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anggota mca tercyduk (Kompas.com)

Media sekelas JawaPos.com pun bikin hoaks, atau setidaknya telah tertular virus hoaks. Tak tanggung-tanggung beritanya sangat hebat, intinya 'MCA sama dengan Ahoker'. Dan setelah kemudian terbukti salah, orang bisa berpendapat bahwa berita itu sebuah plintiran yang sangat sadis, luar biasa dungu, bahkan absurd. Tapi ya itulah kisah sebuah 'salah', manusiawi, teledor, tergesa-gesa, kejar tayang, atau alasan apapun. 

Namun bisa jadi juga sebuah peristiwa politik, mungkin euphoria tahun politik atau bahkan tekanan/tuntutan kerja serta pesanan bos membuat sejumlah awak media mendadak gagap-gugup dan terkesiap.

Semua praduga bisa dilontarkan oleh mereka yang suka berburuk sangka, su'udzon, dan suka mengumbar rasa benci karena terkena penyakit hati. Gampangnya begini, ketika kita mudah berburuk sangka pada oang lain, maka wajar orang lain pun balas berburuk sangka pada kita.

Begitulah yang sehari terakhir ini dirasakan oleh JawaPos.com, dan lebih luasnya Jawa Pos. Media itu jadi seolah-oleh memfasilitasi pembenci Pemerintah, lalu bersikap apapun halal -termasuk menyebarluarkan hoaks- demi hasrat dan hajat tertentu,

Berita berjudul 'Nah, Tersangka Muslim Cyber Army Ternyata Ahoker' inilah pangkal soalnya.                                                                           *

Umpan manis media itu tak pelak segera ditelan mentah-mentah oleh dua sosok fenomenal Fahri dan Fadli. Kedua beliau berkomentar standar 'maling teriak maling' dengan tanpa konfirmasi, tanpa was-was, penuh percaya diri, langsung semprotkan begitu saja.

Dan pasti ribuan, bahkan ratusan ribu para pembenci dan kaum radikal menyambut dengan suka cita. Boleh jadi mereka sedang mendendangkan sorak-sorai riuh-rendah dan gegap-gempita tak alang-kepalang gaduhnya. Senang, gembira-ria, menang besar, dan entah apalagi yang dapat digambarkan dari suasana pesta kemenangan yang luar biasa membanggakan terwujud akibat berita tersebut.

Kemudian dengan enteng dan sangat mudah JawaPos.com minta maaf. Kata-katanya pun sangat menyederhanakan persoalan: 'Penjelasan Terkait Berita Muslim Cyber Army yang Tidak Sesuai Standar'.**

Sulit dihitung berapa banyak pembacanya -terutama yang memang anti Jokowi, Ahok, dan Pemerintah- dengan cepat membenarkan hal itu. Kebencian makin besar-tinggi-berat karenanya. Kemudian mereka akan dengan senang hati mem-viralkan melalui media online.

Dan untuk meralat-menghapus-meniadakan semua itu cukuplah dengan sebuah permintaan maaf, lantaran berita tersebut (belakangan disadari) 'tidak sesuai standar'. Anggota MCA yang tertangkap pun menyatakan hal yang sama. 'maaf'. Cukup!

Orang yang awam pada proses jurnalistik media cetak mungkin membayangkan bahwa kesalahan penulisan berita itu  paling-paling salah data (angka, huruf, dsb), salah kutip, salah logika penulisan. Tapi yang ini salah sumber/narasumber. Luar biasa! Ada kesengajaankah? Ya, pasti ada. Karena dikira nilai beritanya sangat luar biasa aktual-tajam-terpercaya. Maka dengan sangat antusias dan cepat-cepat dikutip. Baru sadar kemudian sumber/narasumber media online tersebut abal-abal. Dahsyat.

Mudah-mudahan Dewan Pers dan PWI mencermati dan bila perlu melakukan pembenahan agar kejadian serupa tidak terulang.

JawaPos.com sendiri rasanya perlu mengevaluasi kinerja para jurnalis, reporter, bahkan Pimpinan Redaksinya. Bila tidak cepat berbenah bukan tidak mungkin orang berpendapat, bahwa kebijakan redaksional Jawa Pos: dekat dengan satu parpol oposisi tertentu, atau memiliki kedekatan dengan pembuat konten hoaks di luar sana.

Nasihat kuno ini mestinya tetap dipegang erat. Kritis memang perlu, menjadi pionir dalam pemberitan memang penting, tapi kehati-hatian media massa dengan konfirmasi harusnya dinomor-satukan. Jurnalis yang tidak lulus Uji Kompetensi Wartawan pun tahu itu. Lalu apa sebenarnya yang terjadi? Waktu nanti yang akan mengungkap gamblang mengapa.                                                                          *

Bila Jawa Pos, tidak cepat berbenah maka akan menambah panjang daftar media mainstream yang di bawah/milik (petinggi)  parpol tertentu. TV One, Indosiar, Grup MNC, Republika, dan lainnya mendahului. Media massa lain pun mungkin akan mengambil sikap serupa. Tahun politik membuat para awak media cenderung memilih untuk menjauhi prinsip-prinsip dasar bermedia massa.

Permintaan maaf sudah dilakukan. Dan pembaca akan maklum bahwa itu semua semata kesalahan tak sengaja. Namun pembaca akan mengingat dan menilai apakah kesalahan yang sama tidak dilakukan pada masa mendatang.

Seperti anggota MCA yang telah tercyduk dan kemudian meringkuk sebagai pesakitan, JawaPos.com pun menyatakan 'minta maaf'. Kepada siapa? Tidak diperinci kepada siapa. Tetapi mungkin saja kepada kelompok orang yang terlanjur berpesta-pora karena meyakini berita itu benar, kepada yang terlanjur menambah tensi hujatannya terhadap siapapun yang selama ini dibencinya, kepada mereka yang tidak percaya bahwa berita itu ternyata hoaks, dan terutama kepada Ahoker yang telah difitnah sedemikian rupa.

Maaf. Kata yang gampang, praktis, dan dapat dengan cepat diucapkan. Tetapi kebanyakan orang mengucapkannya sebagai basa-basi, pemanis bibir, formalitas, dan ya sekadar untuk menutupi malu. Tapi mudah-mudahan tidak.

Mudah-mudahan ungkapan itu jujur-ikhlas dari hati nurani terdalam. Sayangnya, dibaca berulang-ulang pun pernyataan permintaan maaf JawaPos.com tidak menyebutkan niatan untuk meralat 'kekeliruan mendasar' yang membuatnya minta maaf, bahwa 'MCA bukan Ahoker'. Ironis.

Begitulah. . . !

***6/3/18***

**  Sumber

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun