Buku pun diantar langsung menggunakan Bus Primajasa dari Pondok Gede Bekasi ke Terminal Leuwi Panjang - Bandung. Kamis malam, tanggal 3 November 2017, Pak TS mendarat mulus dari atas bus. Petang itu Bandung didera hujan. Tiga judul buku karya Kompasianer sekaligus dibawanya, dalam 9 bungkusan besar, termasuk buku saya.
Endorse, Honorarium
Atas 'bujukan' Pak TS pula kiranya dua nama beken di Kompasiana bersedia memberi 'endorse' atas buku kumpulan cerpen saya.
Pertama, Mas Iskandarjet --COO Kompasiana- yang memberi pernyataan: "Cerita-cerita pendek Sugiyanto Hadi bikin saya merinding! Ini benar-benar cerita pendek yang plotnya dibuat padat. Akan ada cerita yang biasa kita simak CLBK atau reuni berujung asmara. Tapi cara Sugiyanto menceritakan dua sejoli Pram dan Yas tidak biasa. Beruntunglah para pembaca setia cerpen-cerpen Sugiyanto di Kompasiana. Buku ini layak dikoleksi untuk dibaca berkali-kali."
Kebiasaan saya menulis yaitu spontan dan belum selesai di kepala saat mulai menulis. Bahkan pada saat menulis itulah alur dan tokoh bermunculan. Saya sering tidak menyangka bahwa ceritanya jadi begini atau begitu. Jika anda baca buku itu silakan cermati cerpen dengan judul: Pagi Alangkah Renyah, Darji Minggat untuk Selingkuh, dan Mak Dunak bukan Hallary Clinton sebagai contoh. Cerita itu mengalir begitu saja --cair dan licin- di ujung jari-jemari, bukan di dalam kepala.
Sekadar pembanding, dulu saya punya teman SMA di Yogya. Ia menulis setelah semua ide lengkap di kepala, termasuk tokoh-alur-teknik penulisan, sampaipun pada endingnya. Sebelum ide lengkap Darwis Khudori --nama teman itu- sabar menunggu, dan belum menuliskannya. Itu luar biasa. Dan saya tidak pernah mampu mengikuti cara perfeksionis seperti itu.Â
Penyumbang endorce lain yaitu Mbak Fitri Manalu. Siapa tak kenal sepak-terjangnya di RTC dan bobot fiksinya. Pantaslah ia peraih 'Best in Faction" pada Kompasianival 2016, dan memiliki beberapa buku fiksi yang banyak peminatnya. Ditulisnya kata-kata: "Sugiyanto telah menunjukkan kematangannya dalam meracik kata dengan mengangkat tema-tema yang mengusung keseharian. Kehadiran buku kumpulan cerita Orang-orang yang Menyerah ini mengukuhkan konsistensi Sugiyanto Hadi sebagai cerpenis yang berkiblat pada realisme ditengah-tengah arus surealisme yang sedang melanda dunia sastra Tanah Air".
Kalau boleh berterus terang soal idola, diantara belasan judul buku kumcer yang pernah saya baca, saya sangat-amat suka buku kumpulan cerpen Misbach Yusa Biran, judulnya Keajaiban Pasar Senen (1971). Saya terobsesi untuk mengikuti gayanya, serius tapi lucu, perpaduan cara bertutur realisme dan humanisme, detil-logis, dengan ending yang mengejutkan.
Pada cerpen saya (meski sering terbata-bata) saya coba memparodikan tokoh-tokoh Darji, Mak Dunak, Mas Joko, Jalmolono, Mbak Durgati, dan bahkan Denmas Sandi. Â Saya coba menggambar bahwa tuturan itu nyata.
Pembuat endorce ke tiga, yaitu juragan Penerbit Peniti Media sendiri. Pak TS mengomentari: "Pengarang menulis cerita-cerita realis yang bahkan kadang cenderung terang dan jelas alur pengungkapannya. Ini tidak bisa tidak karena ia menulis cukup banyak cerita anak (juga cerita remaja) sejak delapan puluhan. Bisa dibilang sebanding lurus antara karya fiksi dewasa dan anak-anak. Hingga kini, di era media social  dan era melinial."
Berawal puluhan tahun lalu saya menulis cerita anak-anak dan novelet (ada beberapa yang dijadikan cergam --cerita bergambar) di majalah Kawanku (awalnya merupakan majalah anak) dan lembaran Gatotkaca (sisipan Harian Kedaultan Rakyat di Yogya), serta di majalah Bobo. Sedangkan untuk majalah dewasa saya menulis cerpen di Ultra, Violeta, Junior, Horison, dengan nama Gik Sugiyanto HP dan Wulansari (samaran).